3 SRIKANDI (2016): BIOPIC INSPIRATIF YANG GENERIK

11/18/2016 07:18:00 PM



VERDICT: 3 Srikandi mungkin tampil terlalu generik dan menggampangkan guna membuatnya se-accessible mungkin bagi semua kalangan. Tetapi berkat penampilan cemerlang dari aktor-aktris utamanya dan eksekusinya yang ringan, 3 Srikandi paling tidak berhasil tampil sangat menghibur dan menyenangkan untuk diikuti. Tanpa mereka, film ini tidak akan menjadi apa-apa.



Diangkat dari peristiwa nyata, film 3 Skrikandi berkisah tentang perjuangan tim atlet wanita Indonesia yang berhasil meraih medali perak di Olimpiade ke-24 yang diadakan di Seoul pada tahun 1988. Tim tersebut terdiri dari Nurfitriyana (Bunga Citra Lestari), Lilies (Chelsea Islan), dan Kusuma (Tara Basro). 

Menjadi atlet perempuan di masa itu bukanlah sesuatu yang mudah. Diskriminasi dan rasa pesimis dari masyarakat dan orang-orang terdekatnya membuat perjuangan mereka mengalami banyak kendala. Ayah Yana tidak pernah setuju putri semata wayangnya itu mengejar mimpinya menjadi atlet, meski ia sudah berulang kali memenangkan medali di kompetisi dalam negeri. Kemudian orang tua Lilies yang mantan atlet, terus memaksanya untuk meninggalkan mimpinya dan menikah dengan seorang bos mebel yang kaya-raya. Kusuma, yang berasal dari keluarga kurang mampu, dipaksa ayahnya untuk menerima tawaran kerja sebagai pegawai negeri sipil yang lebih menjanjikan secara ekonomi daripada menjadi atlet. 


Tetapi larangan-larangan tersebut justru menjadi cambuk bagi ketiga perempuan tersebut untuk membuktikan diri. Di bawah asuhan pelatih Donald Pandiangan (Reza Rahadian), tim yang mendapat julukan Tiga Srikandi berhasil berkompetisi di Olimpiade dan mengharumkan nama Indonesia.



Film-film bertema olahraga memang masih belum begitu banyak dibuat oleh sineas Indonesia, terlebih yang diadaptasi dari kisah nyata dengan atlet perempuan sebagai karakter sentralnya. Tetapi ditilik dari cerita dan problematika yang diangkat 3 Srikandi, keseluruhan isi film ini dapat terbaca dengan jelas. Ini adalah permasalahan utama yang selalu menimpa film-film olahraga. Mulai dari karakter sentral yang dipandang rendah, pelatih yang ambisius dengan masa lalu kelam, hingga organisasi yang menolak memberi dukungan, itu semua adalah formula-formula yang sepertinya sudah bersifat mutlak di semua genre olahraga, baik yang fiksi maupun yang diadaptasi dari kisah nyata. Alur ceritanya yang hampir serupa satu sama lain membuat genre olahraga jarang berinovasi dan cenderung bergerak di pasar penonton yang itu-itu saja.


Kelemahan ini pun tidak absen di film 3 Srikandi. Formula film olahraga yang familiar kembali digunakan oleh penata skrip Swastika Nohara dan Imam Brotoseno (yang merangkap juga menjadi sutradara) untuk mengarahkan alur film ini secara keseluruhan. Sejak pembuka hingga penutupnya, 3 Srikandi terasa tak jauh berbeda dari film-film olahraga pada umumnya, dengan pesan inspiratif dan semangat perjuangan yang kurang lebih juga sama. Padahal, dengan latar waktu dan permasalahan yang diangkat, film ini sebenarnya mempunyai potensi untuk tampil lebih. Seperti bagaimana Hollywood mengangkat rasialisme terhadap atlet kulit hitam di film-film biopic olahraganya, muatan politik dan diskriminasi terhadap perempuan dan atlet Indonesia pada masa itu juga layak diberi porsi lebih untuk memberi kedalaman dan sudut pandang yang berbeda dalam film olahraga Indonesia, daripada sekedar menjadi pembangun latar di awal film saja. 


Tetapi untunglah, 3 Srikandi didukung oleh performa yang sangat bagus dari keempat aktor utamanya. Pembagian screen time dan perkembangan karakter yang ditulis secara merata memberi kesempatan kepada Reza Rahadian, Chelsea Islan, Bunga Citra Lestari, dan Tara Basro untuk tampil sangat maksimal dengan chemistry yang sangat kuat dan variasi sifat karakter mereka yang kontras. 



Kredit lebih harus diberikan kepada Chelsea Islan yang berperan sebagai Lilies. Lewat karakternya yang blak-blakan dan logat Surabaya-nya yang nyaris sempurna itu, ia berhasil menjadi pencuri perhatian di setiap adegannya sekaligus menampilkan akting terbaik dalam karirnya. Sedangkan Reza Rahadian semakin menunjukkan bahwa ia adalah aktor terbaik Indonesia saat ini. Ia berhasil menjadi sosok Donald Pandiangan yang keras dan disiplin, tanpa menyisakan sedikitpun rasa familiar dengan peran-perannya sebelumnya.


Alhasil, lewat penulisan karakter dan performa akting yang kuat tersebut, 3 Srikandi sukses membuat penonton seolah-olah menjadi orang kelima dalam kisah perjuangan mereka. Dilema, motivasi mereka berjuang, hingga perubahan tiap karakternya, semua disuguhkan dengan eksekusi yang ringan dan sangat menghibur, tanpa melupakan muatan emosional dan semangat juang yang ingin disampaikan. Segala built-up itu kemudian memuncak di menit-menit terakhirnya yang sangat emosional dan menegangkan itu, yang secara tidak langsung juga meninggalkan rasa puas dan bangga dalam diri penontonnya.



Overall, 3 Srikandi mungkin tampil terlalu generik dan menggampangkan guna membuatnya se-accessible mungkin bagi semua kalangan. Tetapi berkat penampilan cemerlang dari aktor-aktris utamanya dan eksekusinya yang ringan, 3 Srikandi paling tidak berhasil tampil sangat menghibur dan menyenangkan untuk diikuti. Tanpa mereka, film ini tidak akan menjadi apa-apa.

Rating: ★★★  



You Might Also Like

3 comments

Just do it.