Captain America Review

9/10/2011 01:44:00 AM


Peperangan antara DC dengan Marvel memang masih terus berlanjut, namun untuk tahun 2011 ini, tampaknya pihak DC memang harus menelan pil pahit. Green Lantern-nya gagal total baik secara kualitas maupun di tangga box office. Sementara Marvel unggul dengan tiga film superhero-nya yang tidak hanya sukses di box office seluruh dunia, namun dari segi mutu, film - film mereka termasuk bagus. Mulai dari X-Men First Class yang mengejutkan, lalu Thor dan Captain America yang memperoleh tanggapan cukup positif dari kalangan kritikus. Namun kebanyakan komplain dari mereka adalah bahwa kedua film tersebut terkesan seperti benang merah menuju ke proyek Marvel yang sebenarnya : The Avengers. Hal ini tidak bisa dipungkiri. Embel - embel subtitle "The First Avenger" di belakang judul film ini juga semakin memperkuat anggapan bahwa Captain America hanyalah sebagai benang merah The Avengers. Namun apakah benar demikian?


Kisah yang disuguhkan Captain America--dalam bahasa halusnya--cukup klasik jika dibanding dengan kisah superhero lainnya. Steve Rogers (Chris Evans) adalah seorang pemuda yang memiliki jiwa kesatria dan patriotik dibandingkan dengan remaja seumurannya. Ia juga mempunyai rasa nasionalisme yang tinggi dan pantang menyerah. Sayangnya, tubuhnya yang kecil dan fragile membuat Steve selalu gagal mendaftarkan diri menjadi tentara perang. Hingga suatu ketika kegigihannya tersebut menarik perhatian Dr. Erskine (Stanley Tucci) untuk mengikutkannya dalam program 'Super Soldier', proyek rahasia milik pemerintah. Seperti yang sudah diceritakan dalam trailernya, percobaan ini sukses dan menyulap Steve menjadi seorang Captain America. Berbekal kekuatan yang melebihi manusia biasa ini, Captain America langsung diserahi misi besar untuk menyelamatkan dunia : menghentikan pasukan Hydra yang dipimpin oleh Johan Schmidt (Hugo Weaving).



Jujur, plot di atas tidaklah terlalu intriguing dan inti ceritanya sendiri memang sudah sering digunakan di film ataupun komik superhero. Namun, hal ini bukan masalah besar sebenarnya, asalkan plot tersebut diolah sebaik mungkin dengan naskah yang bagus, karakter yang menarik dan diperankan oleh aktor - aktris yang bisa menjiwai karakter tersebut (baca : cocok), dan juga diarahkan oleh sutradara yang berkompeten. Dan berdasarkan standard saya, Captain America sudah mencentang semua kriteria tersebut.



Dengan mengusung formula superhero yang terbukti sukses (Batman Begins ataupun Iron Man), naskah yang ditulis oleh Christopher Markus dan Stephen McFeely ini cukup berhasil menghadirkan kisah asal mula Captain America dengan baik. Ironisnya, justru inilah bagian terbaik dari film Captain America, walau bagian belakang - belakangnya juga masih bagus. Para penonton disuguhkan berbagai perjuangan Steve untuk bergabung dalam kemiliteran ataupun sifat pantang menyerahnya untuk menegakkan keadilan yang cukup berhasil membuat penonton bersimpati. Jiwa kepahlawanan Steve Rogers juga tergambar jelas di layar tetapi tidak berlebihan, membuatnya menjadi sosok ideal (dan klasik) seorang pahlawan super yang sebenarnya. Para fans dan pengamat film yang awalnya skeptis atas terpilihnya Chris Evans untuk memerankan Captain America tampaknya harus segera menarik kata - katanya. Chris Evans secara mengejutkan sukses memerankan Steve Rogers dengan sempurna sekaligus membuktikan bahwa ia adalah seorang aktor yang berbakat. Penampilannya yang natural dan bagus membuat sosok karakter Captain America sebagai superhero yang paling memorable setelah Iron Man dalam jajaran anggota The Avengers.


Selain Chris Evans, Hayley Atwell yang memerankan Peggy Carter, seorang tentara wanita yang tangguh sekaligus love interest Captain America juga cukup baik. Sayangnya, kisah cinta mereka berdua kurang diekspos dan terkesan sebagai hiasan saja hingga baru di bagian akhir, kisah cinta antara mereka berdua baru berhasil memancing perhatian penonton (meski juga terasa kurang). Tommy Lee Jones, Dominic Cooper dan Stanley Tucci juga menambah nilai plus film ini berkat penampilan mereka yang menarik. Acungan jempol layak diberikan kepada Hugo Weaving yang memerankan kaki tangan Hittler sekaligus pemimpin Hydra, Johan Schmidt a.k.a Red Skull. Dengan make-up yang tebal, Hugo Weaving masih bisa menghadirkan karakter antagonis yang dingin, kejam dan tidak komikal, sesuatu yang sangat sulit dilakukan mengingat hampir seluruh wajahnya tertutup make-up 'konyol' tersebut.




Meski diawali dengan sangat baik, film ini justru agak kedodoran setelah Steve Rogers akhirnya menjelma menjadi seorang Captain America dan berjuang mengalahkan pasukan Hydra. Hal ini disebabkan karena si penulis naskah terlalu fokus dengan adegan aksi, belum lagi mereka harus berpikir keras sekaligus memaksakan agar film ini memiliki sambungan langsung dengan The Avengers. Untungnya, Joe Johnson, selaku sutradara film ini bisa mengakalinya dengan menyuguhkan alur yang padat, kemudian adegan aksi yang keren dengan bubuhan special effects sana sini, namun tidak over-lebay (I'm looking at you, Transformers). Selain itu, adegan aksi tersebut direkam dengan angle "khusus" yang bermanfaat untuk memaksimalkan efek 3Dnya dan tentunya minus shaky cam (HHOOREE!!!).


Overall, kelemahan utama dari film ini adalah inti alur ceritanya sendiri yang bisa dibilang simple; hanya seputar kejahatan vs. kebaikan, dan tanpa twist, yang kemudian membuat beberapa orang mengatakan film ini jelek. Namun kelemahan ini tidak begitu mengganggu bagi saya berkat alurnya yang padat selama 124 menit dan bisa dimaklumi karena masalah tie-in-nya yang terlalu kuat dengan plot utama The Avengers. Yeah, Captain America bisa dianggap prekuel 'resmi' dari film tersebut dengan memasukkan elemen - elemen penting mulai dari [SPOILER] Cosmic Cube dari Asgard (Thor) yang digunakan Red Skull untuk menciptakan senjatanya (yang nantinya digunakan Loki di The Avengers), kemunculan Howard Stark (ayah Iron Man), endingnya yang mengarah langsung ke film The Avengers sendiri, dan lain sebagainya. [END OF SPOILER]


Dengan berbagai kelebihan yang telah disebutkan di atas, ditambah dengan art direction-nya yang sukses menghadirkan dunia dengan nuansa retro tahun 1942 secara meyakinkan dan gubahan musik garapan Alan Silvestri yang memorable, Captain America berhasil menutupi kelemahannya, bahkan bisa dibilang film ini adalah film superhero terbaik dan memuaskan setelah Iron Man dalam saga The Avengers.

P.S. : jangan tinggalkan bioskop setelah credit title mulai bergulir karena akan ada trailer The Avengers sepanjang kurang lebih 2 menit yang tentunya, super keren dan mengglegar.



VERDICT :

Why should I watch this movie?
+ Jika anda seperti saya, yang menyukai dan sangat menikmati film - film superhero terutama yang termasuk dalam jajaran The Avengers (Hulk, Iron Man, Thor, Captain America), anda tidak boleh melewatkan film ini.
+ Bagi yang mencari tontonan ringan dan menghibur, film ini juga bisa dijadikan pilihan utama.

Why Should I skip this movie?
- Bagi yang mengharapkan kisah superhero yang gelap, kompleks dan berat seperti The Dark Knight dan Watchmen ataupun beralur cerita sekeren X-Men First Class, anda bisa skip menonton film ini.
- Anda yang mengharapkan kekuatan Captain America sedahsyat robot - robot Transformers ataupun Hulk, sebaiknya menghindari film ini. Captain America digambarkan realistis dan dia bertarung menggunakan alat - alat tradisional seperti tangan kosong, pistol dan tamengnya saja (ga ada bambu runcing). Jadi tolong jangan hujat film ini karena "kepayahan" Captain America saja.

You Might Also Like

0 comments

Just do it.