G.I JOE RETALIATION (2013) : BOOM, BOOM, AND BOO

4/06/2013 02:31:00 PM



G.I JOE RETALIATION
2013 / 110 Minutes / Jon M. Chu / US / 2.39:1 / PG-13


Pecinta film dan sineas Indonesia memang masih bersungut-sungut ketika film tanah air berkualitas masih belum berhasil menarik para penonton untuk menyaksikan filmnya. Mereka menyalahkan masyarakat yang masih belum percaya dengan kualitas film negaranya sendiri dan lebih memilih menonton film Hollywood. Lucunya, species serupa yang tinggal di Amerika juga mengomelkan hal yang sama.

Di Amerika sendiri, masyarakat juga lebih menyukai film-film blockbuster yang hanya menjual ledakan dan tidak pernah berhasil memenuhi kriteria dasar film yang baik. Sineas-sineas berkelas yang belum pernah membuat film berpendapatan $100 juta pun cenderung kesulitan mencari dana karena biar bagaimanapun, uang tetap nomor satu, talenta nomor dua.



Kuantitas (selalu) di atas kualitas

Sehingga tidak perlu terkejut ketika Paramount mengumandangkan sekuel dari G.I Joe yang jelas gagal total di mata kritikus dan bahkan di mata penonton sekalipun. Dan tahu kenapa? Well, kembali ke dua paragraf di atas. Uang. 

G.I Joe : The Rise of Cobra berhasil meraup pendapatan lebih dari $300 juta di seluruh dunia. Dan ini berarti untung besar. Untunglah, Paramount tidak berpangku tangan perihal memperbaiki kualitas film ini. Mereka menendang Stephen Sommers dari kursi sutradara dan mendudukkan Jon M. chu yang katanya adalah penggemar berat G.I Joe. Tidak hanya itu, sekuel Ini juga ditujukkan sebagai sekuel semi-reboot yang mana menyebabkan hampir seluruh jajaran cast film pertamanya tidak diajak bergabung lagi. Apakah usaha keras Paramount ini membuahkan hasil?

Tergantung dari segi mana anda melihatnya. Dari sudut pandang para businessmen, G.I Joe jelas sudah berhasil mengeruk ratusan juta dollar di tangga box office dunia sejak minggu perilisannya. Tapi dari segi kualitas? Hhmm. Gagal total.


Film dibuka dengan rutinitas para Joe yang sedang menjalankan misinya berbekal peralatan canggih. Sekitar semenit kemudian, kita diajak untuk berkenalan dengan wajah-wajah fresh misterius karena ntah dari mana asal usulnya, mulai dari Roadblock (Dwayne Johnson), Flint (D.J Cotrona), Lady Jaye (Adrianne Palicki) hingga satu-satunya pemain lama yang kembali ke lapangan, Komandan Duke (Channing Tatum). 

Setelah puas berkenalan dan membantai para teroris, Roadblock menyolot “Motherf--” dan judul G.I Joe Retaliation muncul di layar guna menjaga agar rating film ini tetap PG-13 dan aman untuk dikonsumsi anak-anak.

Plot utama pun mulai melanjutkan aliran cerita The Rise of Cobra, di mana Zartan masih menyamar sebagai seorang presiden kulit putih (Jonathan Pryce) dan hendak melancarkan balas dendam kepada para Joe sekaligus membebaskan bosnya, Cobra Commander (Luke Bracey; menggantikan peran Joseph Gordon Levitt, because he’s too damn good for this kind of garbage). 

Zartan akhirnya berhasil mencerai-berai seluruh pasukan Joe sampai mampus dan hanya menyisakan Roadblock, Flint, dan Lady Jaye. Zartan bahkan berhasil mencap mereka sebagai teroris yang hendak menghancurkan dunia dengan (oh gosh) perang nuklir. Untunglah ada The Original Joe (Bruce Willis) yang siap membantu tiga anggota Joe yang tersisa ini untuk memperbaiki nama baik mereka sekaligus meratakan organisasi Cobra once and for all

Niatnya memang membuat Retaliation ini sebagai installment semi-reboot G.I Joe yang serba dark, realistis, twisty, dan penuh tekanan psikologis yang membuat para hero kita ini kewalahan. Tidak perlu susah-susah, pattern-nya sudah terlihat jelas. Senjata-senjata canggih yang kekanak-kanakan dibabat habis. Sebagian besar karakter-karakter dari film pertama juga dihapus dari surat kontrak. Sampai cerita yang The Dark Knight banget.   

Namun apa daya, sutradara Jon M. Chu (film dokumenter labil Justin Bieber termasuk dalam daftar filmography-nya) dan tim penulis naskahnya hanya sanggup berangan-angan. Hasil akhir Retaliation ini jauh dari kata bagus. Bahkan juga dapat dikatakan jauh lebih tidak karuan dibanding film pertamanya. 



Film aksi tanpa identitas

First, mereka mendudukkan karakter-karakter baru di kursi protagonis utama, namun sama sekali tidak berupaya untuk membuatnya tampil manusiawi dan dengan karakterisasi yang tergali. Mereka hanya menyodorkan karakter tersebut mentah-mentah “Sudah, tidak usah protes. Pokoknya ini para hero-mu” kepada para penonton. Dan di zaman di mana narasi sudah semakin kompleks, hanya anak-anak dan para penonton yang the-hell-with-movies saja yang masih bisa dibuat terpukau dan connect dengan karakter-karakter “payah” seperti ini. 

Kesalahan kedua. Kata “reboot” mungkin adalah senjata muthakir untuk menampik argumen ini. Tetapi sebagai sequel semi reboot (or whatever they called it), kontinuitas Retaliation dapat dikatakan semena-mena. Reboot ya reboot, tapi yo ojok kenemenen. Bagaimana tidak, tim belakang layar, yang katanya penggemar G.I Joe, telah merombak habis-habisan back story para karakter lama yang kembali ke film ini, terutama Snake Eyes dan Storm Shadows. Perombakan ini mengingatkan saya dengan film-film horror kelas BC yang sekuelnya sudah sampai angka 7,8,9 dan sudah tidak tahu lagi bagaimana melanjutkan ceritanya sampai-sampai harus membuat benang cerita baru yang serba maksa tidak masuk akal sampai dapat dikatakan mengolok-ngolok kecerdasan penontonnya.

Penyakit ketiga. Retaliation seakan-akan kehilangan identitasnya. Sebagai adaptasi mainan pun kedua film G.I Joe tidak pernah berhasil membuat saya ingin membeli mainan-mainannya dan tidak pernah terasa seperti sebuah film yang diadaptasi dari mainan. Bahkan sebagai film action sekalipun, Retaliation tidak dapat menempatkan dirinya sebagai film full action yang baik. Tahun lalu, ada dua film yang berhasil membuktikan bahwa film full action tanpa cerita juga dapat berubah menjadi super exciting apabila adegan - adegan aksinya digarap dengan kecermatan yang tinggi (The Raid dan Dredd). Jon M. Chu justru berperilaku sebaliknya. Mungkin waktu pematangan konsep, dia hanya berpikir “Puokoknya full bom-boman, dar-der-dor ngabisin peluru, pedang-pedangan tang-ting tang-ting yang di slow motion diikuti dengan musik nge-beat, sudah pasti kueren pol”. Ya beginilah kalau Paramount mempercayakan sutradara filmnya Justin Bieber untuk menangani mega proyek sebesar ini. Chaos.



Overall, di luar keterlibatan bintang-bintang action semacam Bruce Willis dan Dwayne Johnson yang at least masih sanggup membuat film ini ada bagus-bagusnya sedikit, G.I Joe Retaliation sama sekali tidak memiliki keistimewaan yang dapat menutupi borok-borok kekurangannya yang dapat dikatakan sangat keterlaluan. Skip kalau anda bukan tipe penonton yang menyukai film-film seperti ini ataupun menyandang kewajiban menonton semua film-film high-profile di bioskop supaya tidak ketinggalan zaman. 





Follow me on Twitter : @Elbert_Reyner




You Might Also Like

6 comments

  1. Wakakakaka!!nilainya 1 doank..tp sebagian besar,ane stuju ama ente.Menurut ane kebantu juga dari si Byung Hun Lee,jadi ngga monoton dar der dornya

    ReplyDelete
  2. cinephile ini emang keren kalo ngreview film..kyk profesional.
    ane tunggu review2 lainnya

    ReplyDelete
  3. OMG...cuma dapat 1 star....nonton ngak ya...nonton ngak ya.....:l3bAy mode on ;P

    ReplyDelete
  4. Hai, boleh tukeran link ga? :)
    Blog saya khusus membahas film-film Perancis
    Saya sudah simpan link blog kamu di halaman "Movie Bloggers"
    Makasih :)

    http://frenchmovielover.blogspot.com/

    ReplyDelete
  5. belum nonton Cloud Atlas, bro? salam dari http://tiketbioskop.blogspot.com

    ReplyDelete
  6. Hai bro…

    boleh tukeran link gak? ini link saya http://insanmahaputra.blogspot.com/

    link kamu udah saya pasang di blog saya. :)

    Thank you

    ReplyDelete

Just do it.