3 DARA (2015): KEORISINALAN YANG SEMU

10/03/2015 04:14:00 PM




Film bertema body swap (bertukar tubuh) ataupun gender bending (laki-laki menjadi perempuan, dan sebaliknya) memang sudah bukan hal yang baru lagi di industri perfilman. Di Asia, ide cerita seperti ini bisa dibilang sebagai ‘cara instan’ yang sering ditempuh para filmmaker untuk membuat film atau serial TV rom-com / fantasy yang pasti ampuh menarik dan mengundang tawa penonton. Cukup dengan menyodorkan surat kontrak kepada aktor dan aktris yang sangat tenar, sedikit tweak naskah di sana-sini, dan bam, sukses besar.


Di Indonesia, genre gender bending juga sangat tenar dan sering kita jumpai di pentas drama anak-anak SMA, sinetron hingga FTV di saluran TV lokal dengan kualitas akting dan naskah yang patut dipertanyakan. Ironisnya, berbekal alasan inilah, produser-produser film bioskop cenderung menghindari genre ini karena image-nya yang sudah terlanjur buruk di mata penonton Indonesia. Di sisi lain, mereka tahu bahwa sineas lokal juga mampu menghadirkannya dengan serius, seperti yang sudah mereka buktikan lewat film Lovely Man dan Sanubari Jakarta. Oleh karena itu, keberanian MNC Pictures untuk menghadirkan 3 Dara sebagai film bioskop dengan tiga aktor utama yang tengah naik daun ini bisa dibilang sebagai angin segar di industri perfilman Indonesia. 

3 Dara berkisah tentang tiga orang sahabat yang gemar mempermainkan perempuan. Ada Affandi (Tora Sudiro) yang tidak menghargai wanita sama sekali meski dia sudah memiliki istri dan anak perempuan. Lalu ada Jay (Adipati Dolken), seorang graphic designer yang sangat ahli dalam menggabungkan konsep desainnya dengan 'sensualitas wanita'. Dan terakhir, Richard (Tanta Ginting), seorang playboy yang mempunyai banyak pacar cadangan. 

Suatu malam, tiga sahabat ini bertemu dengan pelayan bernama Mel (Ayushita) di sebuah bar dan tanpa sengaja mempermalukannya di depan umum. Marah karena perlakuan mereka, Mel melayangkan kutukan dan mengubah mereka menjadi perempuan berwujud laki-laki.

Kekurangan 3 Dara yang paling kentara terletak pada ambisinya untuk tampil se-fresh dan seorisinal mungkin. Penulis Nataya Bagya tampak berusaha mengaburkan sumber-sumber inspirasinya dari film-film bertema sejenis dengan cara tak lazim dan memasukkan berbagai unsur cerita yang saling tumpuk-menumpuk di sepanjang film. Paruh awal, film 3 Dara bergulir layaknya film-film komedi gender bending yang telah sukses sebelumnya, lengkap dengan elemen fantasi, tingkah laku konyol, serta aksi gila-gilaan karakternya setelah mendapatkan ‘identitas’ baru. Bahkan referensi bunga mawar dari Beauty and the Beast pun hadir, seolah-olah untuk mempertegas unsur fantasinya. Namun, pada paruh kedua, unsur science fiction hadir secara tiba-tiba, mulai mengambil alih keseluruhan narasinya dan bahkan dipaksakan untuk menjadi twist di akhir film. 

Penyajian kisah masing-masing karakternya juga meninggalkan rasa yang bercampur-aduk di benak penonton. Ia bagus karena mampu menggambarkan perubahan dan perspektif baru tentang perempuan dari sudut pandang masing-masing karakternya. Di samping itu, ia juga menjadi salah satu bagian yang mengecewakan karena subplot ini tidak dapat menyatu baik dengan plot utamanya dan membuat 3 Dara terasa episodik. Hal ini pun akhirnya berujung pada sindrom ‘kebanyakan cerita’, di mana di dalam durasi singkatnya yang tidak sampai 90 menit itu, terlalu banyak hal yang terjadi dan semuanya berlalu dengan pace bercerita yang begitu cepat.

Untung saja, ketiga aktor utamanya bermain sangat bagus dan sanggup mengelabui penonton dari permasalahan pada naskahnya. Entah itu dengan comedy timing mereka yang pas ataupun gaya kemayu mereka yang tak pernah absen mengundang tawa. Adipati Dolken juga menunjukkan salah satu penampilan terbaik di sepanjang karir aktingnya, membentuk chemistry luar biasa bersama dengan Tora Sudiro dan Tanta Ginting yang juga sama-sama tampil lepas dan natural.






Overall, sebagai film follow-up kesuksesan 7 Hari 24 Jam dan Di Balik 98 dari rumah produksi baru MNC Pictures, 3 Dara memang memiliki kualitas teknis dan perolehan jumlah penonton yang tidak bisa dipandang remeh. Namun secara narasi, di bawah tekanan untuk tampil seorisinal mungkin demi mengaburkan inspirasinya dari film-film sejenis, 3 Dara justru tampil layaknya film dengan keorisinalan yang semu. Elemen-elemen yang dihadirkan hanyalah usaha pengembangan poin-poin cerita terbaik dari berbagai film bertema sejenis tanpa mempedulikan keserasiannya, yang pada akhirnya, hanya meninggalkan rasa pahit-manis di lidah penonton.[]



Rating: 2.5 out 5 Stars



You Might Also Like

0 comments

Just do it.