THE REVENANT (2015): MOVIE + SPHERE X REVIEW

2/07/2016 01:45:00 PM


Sphere X format: 2D
Venue: Sphere X CGV Blitz Marvell City Surabaya
Seat: H19 (recommended)

Apakah The Revenant layak untuk disaksikan dalam format Sphere X atau cukup di layar regular saja? Let's find out!


Movie: 4.5/5

Tidak ada yang istimewa sebenarnya dengan plot balas dendam klasik yang dituturkan #TheRevenant di sepanjang durasi 156 menitnya. Terlalu sederhana malah untuk film sepanjang itu. Tetapi yang membuat #TheRevenant begitu luar biasa adalah kedahsyatan teknis audio visualnya yang belum pernah kita jumpai sebelumnya. It's understated, yes, but also powerful, poetic, and dream-like at the same time. 

Aspect Ratio:

Original Aspect Ratio: 2.39:1
Sphere X presentation: Univisium 2.00:1

The Revenant dipresentasikan dalam aspect ratio 2.00:1, sehingga black bar di atas dan bawah tidak terlalu terlihat. Hal ini yang membuat gambar tampak lebih besar.


Picture: 4.5/5

Sejak opening scene, ketika tim ekspedisi Hugh Glass dirampok oleh suku Indian, penonton tahu kalau uang yang mereka keluarkan tidak sia-sia. The Revenant looks amazing and epic in every sense of the word. Mulai dari nuansa belantara salju yang dingin dan suram, detil kostum dan make-up, hingga film grain yang sangat gurih, semua berhasil dipresentasikan dengan sempurna di layar Sphere X. Kalian akan bersyukur punya mata sehat untuk menjadi saksi pencapaian DOP Emmanuel Lubezki yang luar biasa ini. Sayang, adegan di malam hari masih terpengaruh oleh black level Sphere X yang kurang pekat. Warna hitamnya cenderung mengarah ke dark grey, daripada hitam tulen.

Sound: 4.5/5

Mendapat 2 nominasi Oscar untuk kategori best sound mixing dan sound editing jelas membuat The Revenant sangat wajib untuk disaksikan di bioskop dengan tata suara terbaik. IMAX mungkin satu-satunya format yang memenuhi syarat. Tapi karena Indonesia tidak kebagian format IMAX (karena alasan jadwal yang bentrok), kita hanya punya opsi untuk menyaksikannya di Sphere X atau Dolby Atmos. Unfortunately, we can't get both. Not in Surabaya. Tentu kita masih bisa merasakan kemegahan score gubahan Ryuichi Sakamoto dan Alva Noto, hembusan badai salju, erangan Leonardo DiCaprio, bass yang solid, hingga detil suara terkecil seperti suara nafas, jejak kaki, dan aliran air sungai di kejauhan, tapi di banyak scene kita juga merindukan efek suara dari langit-langit. 


Immersive Level: 5/5

Difilmkan secara langsung di lokasi tanpa bantuan cahaya buatan dan green screen, The Revenant jelas bukan film sembarangan yang bisa kita lewatkan begitu saja. It's one of those rare movies that has to be experienced on the biggest screen possible. Dibantu dengan layar Sphere X yang besar dan cinematography dahsyat arahan Emmanuel Lubezki, they push the experience even further. It's simply one of the most immersive, spectacular movie-viewing experience I've ever had. Sepanjang durasi 156 menitnya, penonton akan dibawa masuk ke dalam dan dibuat seolah-olah ikut menjadi orang ketiga dalam petualangan Hugh Glass menantang keganasan alam dan maut. Ditambah lagi dengan shot pemandangan yang luar biasa dan long take rumit pada adegan-adegan aksinya, film ini tak akan pernah berhenti memaksa mulut kalian menganga lebar dan memaki-maki “sumpah gila ini keren banget!" sejak frame pertamanya. Dan tentu saja, kalian akan kehilangan banyak hal kalau menyaksikan The Revenant di layar bioskop biasa. 



Movie ticket sponsored by: idfilmcritics.com




You Might Also Like

6 comments

Just do it.