PERAHU KERTAS (2012) REVIEW

8/18/2012 11:25:00 PM



Libur Hari Raya Idul Fitri memang dikenal sebagai momen “summer blockbuster” bagi studio film Indonesia untuk merilis film - film unggulannya. Salah satu yang paling menarik perhatian adalah film berjudul Perahu Kertas ini. Film tersebut adalah adaptasi dari novel best seller karya Dewi “Dee” Lestari, salah seorang penulis terkenal di Indonesia. Tidak hanya itu, Hanung Bramantyo, salah seorang sutradara senior di Indonesia, juga ditunjuk langsung untuk menangani film yang dibagi menjadi 2 part ini. Apakah kolaborasi antara dua orang hebat ini berhasil membuahkan sebuah film romance yang berbeda dan fresh?


Film ini mengisahkan mengenai dua orang remaja yang jalan hidupnya saling bertolak belakang. Kugy (Maudy Ayunda) adalah seorang gadis yang mengejar mimpinya untuk menjadi seorang penulis cerita dongeng. Sedangkan Keenan (Adipati Dolken) adalah seorang pria yang mengenyam pendidikan di jurusan ekonomi atas keinginan ayahnya, padahal ia sangat menyukai dunia seni. Kedua insan ini bertemu tatkala mereka berada dalam satu kos ketika mereka berdua sedang berkuliah di Bandung. 

Sensasi menyaksikan film Perahu Kertas ini berbeda dengan film - film romance lainnya, termasuk film - film romance buatan Hollywood sekalipun. Perahu Kertas membawa kita untuk menyusuri sebuah kisah kehidupan kedua karakter ini yang mengalir secara kronologis, kompleks, unik dan bagus dalam timeline yang panjang, layaknya perahu kertas yang mengikuti arus air tempat ia berlayar. Namun, hal ini bukan berarti Perahu Kertas adalah salah satu film romance terbaik. Tidak.

Seperti kebanyakan film - film romance dengan balutan perjalanan hidup (contoh : One Day), Perahu Kertas juga mengalami problematika dalam hal penataan alur pace film. Hal yang paling terlihat adalah editing film ini yang terasa kasar. Alur film terasa loncat - loncat dengan gaya penceritaan yang terkadang lambat dan terkadang terburu - buru dengan begitu banyaknya peristiwa yang terjadi hanya dalam hitungan menit. Timing penyelipan alunan musiknya juga kurang baik karena nyaris semua adegan dalam film ini selalu diiringi dengan musik yang terkadang terasa misplacing, walau jujur, musiknya memorable dan indah. 

Untungnya semua kelemahan di atas tertutupi oleh untaian kisah kehidupan serta romansa antara Kugy dan Keenan yang dibuat sangat menarik, unik dan hebatnya lagi, tidak diberi (terlalu banyak) bumbu - bumbu cliche khas film romance sekarang ini. Para penonton nyaris tidak akan menemukan elemen cerita yang dilebih - lebihkan dalam film ini. Semua disajikan apa adanya dan sesuai dengan realita kehidupan masa kini. Hal inilah yang justru membuat kesan manis dan romantis dalam film Perahu Kertas lebih terasa tulus dan tersampaikan secara maksimal. Tata cinematography-nya juga baik dan berhasil merangkap set - set tempat yang indah dalam film ini secara berkelas.

Pemilihan jajaran cast-nya juga termasuk pas. Maudy Ayunda dan Adipati berhasil memerankan karakternya secara natural hingga membuat karakter - karakter ini cepat meresap di benak para penonton. Sayang, hal ini kurang begitu didukung dengan kualitas dialog yang baik. Sebagian masih terasa canggung, kaku, dan tidak natural. Sebagai contoh adalah penggunaan kata ‘saya’ dan susunan kalimat yang terlalu formal dalam adegan percakapan dengan orang tua. Yeah, maybe segmen ini adalah salah satu penyakit di kebanyakan film Indonesia yang belum bisa disembuhkan secara langsung.

Overall, Perahu Kertas adalah sebuah film romansa yang cukup fresh dengan kualitas cerita yang bagus, walau di dalamnya masih terdapat elemen - elemen yang sering kita temui dalam film bergenre serupa dan juga editing film yang kasar. Pembaca novelnya mungkin akan kurang menyukai adaptasi ini, tetapi bagi para penonton yang tidak familiar dengan kisah novelnya, anda akan menemukan bahwa film ini adalah film Lebaran Indonesia yang layak untuk disaksikan. Can’t wait for Perahu Kertas part 2! 



You Might Also Like

2 comments

  1. Yap, setuju. Saya nggak terlalu sreg dengan adaptasi ke layar lebar ini. Kemungkinan kalau penulis skenario bisa diambil alih orang lain, bukan penulis novelnya, hasilnya akan sedikit berbeda. Tapi entahlah.

    ReplyDelete
  2. Dialog "saya" itu emang novelnya seperti itu.

    ReplyDelete

Just do it.