Safe House (2012) Review
3/03/2012 09:10:00 PM
Selain
Will Smith dan Morgan Freeman, Denzel Washington bisa dibilang salah seorang
aktor kulit hitam yang sukses di ketatnya persaingan Hollywood. Meski pemasukan
film – filmnya tidak sebesar film – film yang dibintangi Will Smith, Denzel
sudah memiliki fan base tersendiri dan selalu tampil prima di tiap filmnya. 2
buah piala Oscar yang berhasil diraihnya pada tahun 1990 dan 2002, juga membuat
Denzel menjadi salah satu aktor kelas A dengan bayaran termahal. Untuk tahun
2012 ini, ia kembali menyapa para penggemarnya di bioskop lewat film Safe
House; di mana kali ini Denzel berpasangan dengan Ryan Reynolds. Uniknya,
Universal bisa dengan begitu percaya diri menyerahkan tanggung jawab besar ini
kepada Daniel Espinosa, sutradara muda yang belum berpengalaman; dan seorang
penulis naskah kelas teri, David Guggenheim. Dengan kucuran budget sebesar $85
million, mampukah kedua orang ini melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik?
Tobin
Frost (Denzel Washington) adalah seorang mantan agen CIA profesional yang
terkenal dan menjadi buronan nomor satu di tiga benua berkat aksi – aksi
“kontroversial-nya” di masa lampau. Suatu hari, ia mengambil micro-chip berisi
data – data penting CIA dalam sebuah transaksi dengan salah seorang teman
kepercayaannya; yang ternyata adalah jebakan dan membuat dirinya ditangkap.
Tobin kemudian dibawa menuju ke sebuah ‘Safe House’ yang dijaga oleh Matt
Wetson (Ryan Reynolds) untuk diinterogasi. Sayangnya, semua tidak berjalan
mulus karena Safe House tersebut diserang tiba – tiba oleh sekelompok pasukan
bayaran. Karena ia bertanggung jawab atas ‘tamu’ Safe House-nya, maka mau tidak
mau Matt harus berkelana melarikan diri bersama Tobin dari kejaran pasukan
tersebut.
Safe
House bisa dibilang cukup berhasil memenuhi ekspetasi sebagian besar penonton
yang datang ke bioskop menyaksikan film ini, yakni : melihat aksi Denzel
membunuh semua musuhnya dengan tensi ketegangan yang terus terjaga. Yeah,
Denzel sekali lagi tampil prima dalam film ini, meski tidak dapat disangkal
bahwa karakter yang diperankannya kurang lebih mirip di film – film aksi
sebelumnya. Sedangkan Ryan Reynolds secara mengejutkan mampu mengilbangi
performa akting Denzel dan larut dalam karakternya. Ia seakan – akan masih
ingin membuktikan bahwa dirinya adalah seorang aktor yang patut
dipertimbangkan, setelah keterlibatannya dalam film superhero Green Lantern
yang mengecewakan. Terlebih lagi, kedua karakter yang mereka perankan memiliki
latar belakang masalah serta cerita sendiri, yang justru membuat performa mereka
terlihat semakin menarik. Sehingga secara keseluruhan, duet Reynolds-Denzel dalam
film ini menurut saya sudah sanggup membuat pandangan seluruh penonton untuk
terus terpaku di layar dari awal hingga akhir.
Seperti
yang telah saya katakan sebelumnya, adegan aksi dalam film ini dibuat cukup
baik oleh Daniel Espinosa. Dengan style yang mirip gaya action Bourne Trilogy,
para penonton akan dihibur dengan beragam adegan aksi yang begitu brutal,
cepat, dan menegangkan, tanpa harus dihias dengan ledakan – ledakan tidak
penting. Namun sayangnya, adegan aksi tersebut masih dalam batas kata
‘standard’, di mana adegan tersebut tidak akan lebih dari sekedar baku hantam,
car chase, tembak menembak, dan kejar – mengejar; yang tentunya sering ditemui
di film – film serupa. Tidak ada yang spektakular menurut saya, namun masih
bisa menghibur dan menjaga tensi ketegangan sepanjang film.
Sayangnya, seperti kebanyakan film aksi yang beredar, storyline dan naskah lagi – lagi menjadi
titik lemah film ini. Si penulis naskah, David Guggenheim menyuguhkan cerita
yang sebenarnya sudah basi dan predictable. Bahkan sejak di awal film, saya
sudah bisa menebak bagaimana twist di ending-nya dan karakter mana yang akan berkhianat.
Kisah perebutan dokumen berbahaya sendiri juga sudah sering dipakai di film –
film espionage; yang parahnya, tidak dikembangkan ataupun divariasi oleh
Guggenheim. Ia malah membuatnya mengalir datar, familiar dan ia seakan – akan
terbelenggu oleh formula film aksi yang itu – itu saja. Karakter – karakter
pendukungnya juga dibuat membosankan dan tidak penting. Sehingga, jujur, naskah
dan tebaran plot hole dalam film ini agaknya cukup mengurangi keasyikan kala
menyaksikan Safe House.
Plot
film ini memang sangat mediocre, tetapi sekali Denzel dan Reynolds mulai ‘menguasai’
layar, hal tersebut sudah tidak perlu dipermasalahkan. Mereka berdua sanggup
membawa film ini sendiri, dengan taburan adegan aksi brutal di mana – mana yang
pastinya akan membuat tangan anda dingin.
Recommended!
3 comments
ending twist klise, namun sound nya nendang....setuju cukup 3,5 of 5 aja
ReplyDeleteyes. Ceritanya klise dan mediocre. Tapi bener2 ketolong action dan 2 karakter utamanya :D
ReplyDeleteYa emang denzel kalah jika dibandingkan Will Smith dan Freman dalam angka pemasukan film, tapi jika dibandingkan dengan Smith dan Freman dalam hal kualitas akting, saya merasa denzel masih diatas mereka,itu terbukti dengan 5 nominasi oscar dan 2 diantaranya menjadi miliknya, tapi sayangnya 2 oscar itu tak cukup membuat denzel berani mengambil peran yang berbeda-beda, sejak American Gangster, denzel terjebak dalam peran yang itu-itu saja, tak ada yang spesial darinya, dan menurut saya untuk film ini, denzel malah tak maksimal, saya malah merasa Reynold lebih menonjol aktingnya dari pada denzel, entalah mengkin karna ekspektasi yang saya yang sudah keburuh tinggi di awalnya, bukan film yang buruk tapi akan sangat cepat dilupakan, jika om denzel tetap hanya seperti itu, bisa jadi om denzel akan semakin tengelam dalam ketatnya persaingan Hollywood. Dan orang akan melupakannya sebagai satu2nya aktor kulit hitam yang mampu menyabet 2 piala oscar.
ReplyDeleteJust do it.