Hugo (2011) Review

3/05/2012 03:58:00 PM

Martin Scorsese adalah salah seorang sutradara legendaris Hollywood yang masih aktif berkarya dan telah menghasilkan film – film luar biasa seperti Taxi Driver, Ragging Bull, Goodfellas, hingga The Departed. Namun, tidak seperti Steven Spielberg yang sudah merambah ke hampir semua genre, Martin lebih memfokuskan diri di film – film drama yang membahas sisi gelap manusia, gangster hingga film biografi. Oleh karena itulah, Hugo begitu menarik perhatian tahun 2011 lalu. Tidak hanya menjadi film keluarga pertama bagi Martin Scorsese, Hugo juga menjadi debut perdana-nya menggunakan kamera 3D dan sekaligus menjadi film termahal yang pernah dibuatnya dengan budget $170 million. Apakah Martin Scorsese kembali sanggup mempesona para penonton lewat debut ‘perdana’nya ini?

Paris, 1930. Hugo Cabret (Asa Butterfield) adalah seorang anak yatim-piatu yang tinggal bersama pamannya, Claude (Ray Winstone), di sebuah stasiun kereta api di Paris. Ayahnya (Jude Law) meninggal secara mendadak dalam kebakaran museum dan hanya meninggalkan sebuah Automaton (robot berbentuk manusia) misterius yang memiliki lubang kunci berbentuk hati di punggungnya. Sebelum meninggal, ayahnya mengajak Hugo untuk memperbaiki automaton tersebut bersama - sama. Demi mengabulkan impian terakhir sang ayah, Hugo mencuri alat – alat mekanik milik Uncle Georges (Ben Kingsley), pemilik toko mainan di stasiun kereta api, guna memperbaiki automaton tersebut. Sayangnya, tidak butuh waktu lama bagi Uncle Georges untuk mengetahui bahwa Hugo telah mencuri barang – barangnya. Dengan ancaman akan diserahkan ke inspektur stasiun yang gemar memasukkan anak terlantar ke panti asuhan (Sacha Baron Cohen), Hugo akhirnya mengembalikan barang curiannya dan terpaksa menyerahkan notebook milik ayahnya yang berisi data analisisnya terhadap automaton.Peristiwa ini justru menyeretnya ke dalam sebuah petualangan besar menyingkap rahasia Automaton tersebut bersama cucu angkat Georges, Isabelle (Chloe Moretz).

First of all, Hugo bukanlah sebuah film keluarga seperti yang orang - orang bayangkan. Yes, Hugo is still a family film, tetapi tidak berisi kisah petualangan-fantasi seru ala Harry Potter ataupun kisah petualangan inspiratif seperti Oliver Twist. Hugo adalah sebuah film keluarga mengenai awal mula the magic of cinema. Yeah, setelah sekian banyaknya film yang beredar, mungkin ini adalah film big budget pertama yang mengangkat sejarah perfilman. Berbicara mengenai sejarah dunia film, tentu akan sangat aneh apabila kita melupakan film bisu hitam putih yang baru saja berjaya di ajang Oscar tahun ini, The Artist. Secara kebetulan, kedua film ini seakan – akan bertukar posisi, di mana film Hollywood (Hugo) membahas cinema Perancis, sedangkan film Perancis mengangkat kisah berakhirnya era silent movie di Hollywood. Lucunya lagi, seting waktu-nya sama : Tahun 1930.

Hanya saja, Hugo menggunakan teknik yang berbeda dengan The Artist. Apabila The Artist dibuat dengan metode silent film (hitam putih, bisu) dan sedikit pencampuran gaya film modern, Hugo justru dibuat dengan teknologi perfilman paling muthakir saat ini yakni menggunakan camera 3D dan penerapan visual effects dahsyat. Tetapi, perlu dicatat bahwa pendekatan yang dilakukan Martin Scorsese terhadap Hugo sesuai dengan tema film ini sendiri, di mana pada masa – masa awal munculnya film, para penonton dibuat terpukau dengan sesuatu yang berbeda, magical dan orisinil (yakni sebuah film). Dan respon itulah yang diinginkan Martin Scorsese ketika para penonton menyaksikan film teranyarnya ini. Dengan menggunakan teknik cinematography yang hebat, kreatif dan orisinil, efek 3D dalam film ini berhasil tampil begitu dahsyat, elegan dan benar – benar mendukung visualisasi filmnya. (read more : Hugo – The 3D review). Selain itu, tatanan landscape, set tempat, dekorasi panggung, hingga desain kostumnya juga sukses dibuat dengan begitu baik oleh tim di belakang layar film ini, sehingga tidak heran apabila Hugo berhasil menyapu bersih semua kategori teknik (kecuali Costume Design) di ajang Oscar tahun ini.

Tidak hanya permainan visual-nya yang memukau, Hugo juga berhasil menyajikan aliran kisah yang bagus, seru dan sangat meaningful bagi para pecinta film. Yeah, garis besar kisah sejarah awal munculnya film disajikan dengan begitu mengasyikkan oleh Martin Scorsese lewat jalinan misteri automaton dan petualangan Hugo di Paris, tanpa harus mengkuliahi para penontonnya. Banyaknya cuplikan dari film – film klasik yang legendaris juga memperjelas bahwa sebagian adegan dalam film Hugo dishoot dengan mengadaptasi gaya film klasik tersebut (seperti ketika Hugo bergelantungan di jarum jam raksasa). Tidak hanya itu, kita juga akan dibawa berkeliling melihat set film yang dibangun oleh salah satu tokoh film yang paling penting, Georges Melies; memahami passionnya yang begitu hebat terhadap film, dan teknik visual effects yang revolusioner pada jamannya. Semua event bersejarah tersebut disuguhkan Martin dengan tingkat kedetailan dan kemiripan yang sangat tinggi, tanpa harus mengkhianati atau melebihi versi aslinya. Dengan segala pencapaian yang luar biasa itu, tidak heran apabila banyak yang mengatakan bahwa Hugo adalah perwujudan rasa cinta Martin Scorsese terhadap dunia film, dan juga menjadi film yang paling special dan meaningful bagi pecinta film seperti saya.

Untuk departemen akting, jajaran cast yang ditunjuk Martin Scorsese juga tidak mengecewakan. Mulai dari Asa Butterfield yang berperan sebagai Hugo, Chloe Moretz, Sacha Baron Cohen, hingga Ben Kingsley yang memerankan Georges Mellies; semua tampil prima dan berhasil mendalami karakternya dengan baik. Kepolosan para karakter utamanya dan humor – humor segar yang akan membuat anak – anak tertawa, juga berhasil dipresentasikan dengan takaran yang pas oleh Martin, sehingga karakter dan humor tersebut justru menghangatkan hati, charming, dan membuat para penonton dewasa bernostalgia akan masa kanak – kanaknya; dibandingkan harus tampil bodoh / norak seperti yang kebanyakan ada di film anak – anak garapan Hollywood (Gulliver’s Travels, Alvin and the Chipmunks 3, dsb).

Overall, Hugo mungkin akan sedikit membosankan bagi anak – anak yang terlalu muda. Namun menurut saya, Martin Scorsese berhasil menyajikan sebuah tontonan keluarga yang luar biasa bagus, menyentuh, meaningful dan juga memperkenalkan the magic of cinema kepada para penonton lewat jalinan kisah fiksi petualangan yang seru, elegan dengan sajian visual yang stunning.
Dan bagi yang menyebut diri anda seorang cinephile, Hugo adalah sebuah film yang tidak bisa dilewatkan begitu saja di bioskop dan saya jamin, Hugo akan membuat anda semakin mencintai film.

HUGO 3D REVIEW

You Might Also Like

12 comments

  1. Nice review. Saya emang berencana nonton film ini.

    ReplyDelete
  2. Wow thanks bro! :$

    Emang Wajib tonton. (y)

    ReplyDelete
  3. bagi saya ,ni film uda pasti salah 1 Masterpiece Scorsese...
    sayangnya sbagian orang masi menganggap ini film anak2 doang,pdahal bnyak 'tribute' sinematik disini..hm...

    ReplyDelete
  4. agreed nih. film HUGO bener2 absolutely stunning. ceritanya yang orisinil, beda, touching dan juga meaninful bener2 mempesona dan visual effects nya bener2 asik nonton film ini versi 3D kayak ikut masuk ke filmnya. meski saya dikatain temen saya gara2 suka film ini. Tapi emang filmnya TOP banget lah

    ReplyDelete
  5. @nugrosinema : Setuju bro. Menurut saya Hugo malah ga cocok untuk anak - anak, mengingat plotnya yang padat, tapi bagus juga untuk menumbuhkan interest si kecil terhadap dunia film (klo mereka ngerti ya). film ini menurut saya juga salah satu film Martin Scorsese yang paling mudah dicerna (dibandingkan Taxi Driver-nya). hahaha.

    @arul : iya bro. Tetaplah pada pendirian. Kalo bagus ya bilang bagus, ga peduli pendapat orang. hehehe. Hugo juga berhasil menjadi salah satu film favorit gw. :P

    ReplyDelete
  6. jadi gimana nieh..masih ga rela hugo ngalahin Rotpa? atau udah "merelakan" ? wkwkwk...btw..tq uda nyantumin blog gua..

    ReplyDelete
  7. Untuk kategori Visual Effects, jujur saya masih menjagokan RotPota. Hugo emang bagus visualnya, tapi hanya terbatas di set - set tempatnya aja. Automaton-nya juga termasuk biasa menurut saya. Sedangkan Rotpota kan bener2 memaksimalkan teknologi motion capture-nya; di mana caesar bisa ditampilkan begitu emosional dan realistis.
    Tapi ya sekali lagi cuma opini aja bro. hehehe.

    ReplyDelete
  8. pengalaman lucuku sih soal.ekspektasi..rotpota awalnya tidak punya ekspektasi tinggi..eh ga tau nya nendang banget..sedang hugo karena emang uda denger dari banyak telinga..jadi uda berfantasi liar kemana-mana..dan untungnya bener2 tersalurkan..

    ReplyDelete
  9. saya semalam baru sempat ntn....terharu sampai mata saya berkaca kaca, setuju bert, ini mahakarya

    ReplyDelete
  10. Wah review dibaca bro Harsoyo :$ hhaha
    Iya, Hugo bagus bro. Sangat menyentuh, menyenangkan dan indah (y)
    Kuliah sejarah cinema disajikan dengan luar biasa oleh Martin Scorsese.

    ReplyDelete
  11. Wah review gw dibaca bro Harsoyo :$ hhaha
    Iya, Hugo bagus bro. Sangat menyentuh, menyenangkan dan indah (y)
    Kuliah sejarah cinema disajikan dengan luar biasa oleh Martin Scorsese.

    ReplyDelete
  12. @novry : Kadang ekspetasi setinggi apapun berhasil disalurkan oleh film2 tertentu semacam The Artist, Hugo, Inception, etc. (itu klo gw sih) haha

    ReplyDelete

Just do it.