IRON MAN 3 (2013) : IDENTITY CRISIS EPIDEMIC

4/28/2013 03:54:00 PM



IRON MAN 3
2013 / 130 Minutes / Shane Black / US / 2.39:1 / PG-13

Ada sebuah rahasia mengapa film Iron Man jauh lebih populer apabila dibandingkan dengan  film-film aksi solo para anggota geng Avengers lainnya. Ya tentu selain dibantu oleh ketenaran komiknya, film tersebut juga memiliki seorang Robert Downey Jr., sosok aktor yang karismanya telah berperan sangat besar dalam membuat film Iron Man menjadi begitu memorable



Robert Downey Jr. ibaratnya seperti Harrison Ford dan Indiana Jones, Johnny Depp dan Jack Sparrow, Arnold Schwarzenegger dan Terminator; mereka dilahirkan untuk memerankan sosok karakter ikonik tersebut dan tidak akan ada aktor lain yang dapat menggantikan mereka tanpa mengurangi esensi karakternya (dan angka box office-nya, tentu saja). Dengan kepopuleran seperti itu, jangan heran kalau Marvel nekad menempel Iron Man di bagian depan poster The Avengers tahun lalu, mencurahi Robert Downey Jr. dengan puluhan juta US dollar agar tetap mau terus memerankan Tony Stark, dan bahkan menggunakan seri ke 3 Iron Man ini sebagai pembuka The Avengers phase 2 yang puncaknya akan terjadi tahun 2015 nanti.


Iron Man 3 mengambil setting waktu sesaat setelah peperangan dahsyat dalam film The Avengers, di mana para pahlawan kita mulai menjalankan kehidupan mereka masing-masing. 

Sebagai satu-satunya anggota yang tidak memiliki kekuatan super, Tony Stark (Robert Downey Jr.) menjadi begitu berambisi untuk meningkatkan desain armor Iron Man-nya agar membuat dirinya “setara” dengan anggota Avengers yang lain. Namun rencana tersebut tidak dapat berjalan mulus ketika aksi terror yang dilakukan oleh seorang teroris bernama Mandarin (Ben Kingsley) telah membuat masyarakat mendesak Tony untuk menghentikannya sebelum Mandarin meluluh-lantakkan Amerika. 

Bisa ditebak, sang genius-billionaire-playboy-philanthropist langsung menepis permintaan dari masyarakat tersebut sampai akhirnya Mandarin menghancurkan rumah Tony dan seluruh pekerjaannya sampai tak tersisa yang membuat dia menyadari bahwa Mandarin adalah musuh terbesar yang tidak pernah ditemuinya seumur hidup.


Perjalanan psikologis Tony Stark

Ok. So where do we start? 
Iron Man 3, sudah tidak diragukan lagi, adalah film summer yang paling dinanti-nantikan kehadirannya di samping film reboot franchise Superman, Man of Steel bulan Juni nanti. Iron Man 3 juga merupakan follow-up langsung dari kesuksesan The Avengers tahun lalu dan menjadi film pembuka summer 2013--sama seperti yang telah dilakukan oleh dua film sebelumnya yang membuka summer 2008 dan summer 2010, respectively.

Shane Black yang diserahi tanggung jawab oleh Marvel untuk menangani arsitektur proyek ini pun telah membuktikan gembar-gembor tim marketing Disney dan juga kata-katanya sendiri pada waktu interview : bahwa installment ke 3 ini adalah film Iron Man dengan jalinan cerita yang paling kompleks dan akan membawanya ke lingkup yang jauh berbeda dari dua film sebelumnya. 

Di seri ke 3 ini, kita diajak untuk menelusuri apa yang terjadi pada Tony Stark paska peristiwa The Avengers, baik dari sisi psikologis sang karakter utama maupun aliran plotnya. Robert Downey Jr. sendiri pun sanggup mengikuti evolusi karakter alter-egonya tersebut dengan nyaris sempurna dan sangat meyakinkan (told you, he’s born to be Tony Stark). Dan itu bagus karena ikatan kontinuitas dari The Avengers ke Iron Man 3 menjadi sangat kuat dan semakin menunjukkan bahwa seluruh universe dalam film-film Marvel (geng Avengers) adalah sebuah satu-kesatuan, bukan berdiri sendiri-sendiri. 

Shane Black berhasil menggabungkan semua itu ke dalam script-nya dengan begitu rapi, rich dan cemerlang tanpa pernah membuat penontonnya bosan ataupun kehabisan energi excitement terhadap alur ceritanya yang juga dipenuhi dengan humor-humor kece ala Tony Stark. Di bagian supporting character-nya sendiri, sosok Happy dan Pepper Potts juga kebagian peran yang lebih banyak dan lebih plot-wise apabila dibandingkan dengan penampilan mereka sebelumnya.

Not the Iron Man We Used to Know

Akan tetapi, di luar kecemerlangan naskah dan performa para aktor-aktrisnya, Iron Man 3 justru kehilangan sesuatu yang sangat fatal : identitasnya sebagai film Iron Man itu sendiri. I mean, installment ke 3 Iron Man ini dapat dikatakan telah--oh my god. Lagi-lagi gw nulis kata-kata ini--menggunakan formula The Dark Knight dan juga The Dark Knight Rises dengan takaran yang melebihi dosis wajar. Ya, lagi, lagi dan lagi. 

Saya di sini sebenarnya tidak menuntut Iron Man 3 untuk mengusung alur cerita yang fresh, saya lebih menginginkan agar film Iron Man untuk tetap menjadi film Iron Man seperti yang sudah dibangun oleh Jon Favreau dengan mantap sebelumnya : fun, spektakuler, ceria, ringan, dan tidak kelam--sesuai dengan segala template yang sudah Marvel pakai di seluruh rangkaian film The Avengers Phase 1. 

Dan sesuai dengan sub-judul pos ini, apakah film Iron Man 3 adalah pertanda bahwa film-film Marvel Phase 2 akan mulai kehilangan identitasnya dan terjerumus ke dalam arus tren sekuel-adalah-membuat-segalanya-menjadi-lebih-kelam? Well, saya tidak pernah mengatakan bahwa formula TDK-TDKR ini buruk, saya justru menyukainya. Tetapi itu semua tentu kembali lagi pada cocok atau tidaknya formula tersebut dengan materi filmnya. Dan kebanyakan film yang mencoba untuk memakai formula seperti itu justru bersifat sangat kontradiktif (salah satunya adalah Skyfall).

Iron Man seri pertama mengambil formula dari Batman Begins, di mana film tersebut menceritakan sebuah kisah origins sosok superhero tersebut dari titik nol hingga membuat kedahsyatan armor Iron Man baru muncul di pertengahan film. Namun Jon Favreau tidak memakai formula Batman Begins itu mentah-mentah. Beliau mengawinkannya dengan ciri khas Iron Man dan menciptakan identitasnya sendiri tanpa harus mengkhianati style film-film keluaran Marvel lainnya. Dan hasilnya? Spektakuler, fun dan sangat orisinil pada jamannya. Film ini bahkan telah menciptakan garis pemisah yang tebal antara film DC dan Marvel. Template ini sendiri lantas juga digunakan oleh Thor, Captain America, dan The Incredible Hulk.


Sayangnya, Shane Black malah merusak segalanya. Formula TDK terasa bertepuk sebelah tangan; berbenturan dengan elemen fantasi dalam film ini dan juga gaya film-film Iron Man sebelumnya. Sebenarnya semua itu dapat berjalan lancar seandainya Shane Black masih dapat menggabungkannya dengan template yang sudah tersusun matang itu. Tetapi beliau lebih memilih berusaha memperbaiki sesuatu yang tidak rusak. Dan hasilnya malah merusak sampai ke akar-akarnya. 

Mungkin beberapa di antara kalian akan menganggap kalau saya berusaha untuk menyambung-nyambungkan Iron Man 3 dengan TDK. Well, you guys are all wrong. Mengidentifikasi kehadiran format tersebut dalam film Iron Man 3 bukanlah hal yang sulit. Banyak poin-poin adegan yang mengindikasikannya, sebagai contoh seperti ketika Mandarin memaksa Iron Man untuk memilih antara Pepper Potts atau Presiden. Bahkan Shane Black juga memaksakan ego-nya di film ini dengan membuat Iron Man 3 seperti film action-thriller-espionage-buddy-cop daripada film aksi solo Iron Man seperti yang kita kenal selama ini. Memang hal ini akan menghadirkan sesuatu yang berbeda dalam installment Iron Man kali ini, tetapi menurut saya dan juga para fans, it’s too much sampai segala korelasinya dengan film Iron Man sebelumnya nyaris terputus total.


Pendekatan seperti ini jelas akan meninggalkan feel yang beraneka ragam : kritikus, ah bisa ditebak, mereka bukan fanboys dan formula TDK-TDKR ini jelas merupakan jalan pintas untuk memperoleh quote “the best in the series” atau semacamnya; sebagian besar masyarakat akan sangat terhibur dengan VFX dan adegan aksinya, karena memang itulah tujuan mereka berbondong-bondong ke bioskop, no offense; para pecinta film sebagian akan meninggalkan mixed feeling ketika mereka keluar dari bioskop (sedangkan sisanya akan sangat menyukai film ini); dan para fanboys akan sangat menghujat film ini karena selain gaya film-nya yang nggak Iron Man banget, ada twist yang sangat luar biasa kontroversial dan disturbing di pertengahan dan akhir film di mana saya masih belum menemukan para fanboys yang menyukai twist yang sangat mengerikan seperti itu sampai detik ini. 

Kalau saya? Saya berakhir di titik feel campur aduk. Saya menyukai pendekatan berbeda dalam film Iron Man 3 ini yang lebih ke intrik psikologis, kisahnya yang kelam dan kompleks. Tetapi sebagian dari diri saya, saya adalah seorang fanboy. Saya sangat menyayangkan keputusan Shane Black untuk menggunakan template back-to-basic ala TDKR dan juga keputusan Marvel untuk mengapprove twist yang sebegitu hinanya itu. 

Selain itu, rangkaian plot hole yang cukup obvious juga terpaksa hadir sebagai akibat dari banyaknya poin cerita yang harus diceritakan. Korban plot hole yang paling mengganggu terletak pada back-story / motif Mandarin yang terasa seperti disajikan ala kadarnya, terburu-buru dan kurang kuat. Dan bisa jadi itu semua terpaksa untuk dikesampingkan oleh kisah petualangan si Tony Stark sendiri di sepanjang film (dan untungnya, he's still worth it, lol).


Overall, Iron Man 3 adalah sebuah film sekuel yang dimulai dengan sangat menjanjikan dan diakhiri dengan sangat mengecewakan. Shane Black dapat dikatakan terlalu berambisi untuk membawa Iron Man ke tingkat yang lebih tinggi lagi, dan ia berhasil memang, meski di sisi lain ia harus membayarnya dengan ciri khas Iron Man dan mengkhianati segala harapan yang telah para fansnya bawa dengan bangga ke dalam bioskop. Dan bagi yang mengharapkan kalau Iron Man 3 akan memberikan petunjuk untuk The Avengers 2 atau film-film aksi solo geng Avengers yang akan datang, kubur harapan kalian dalam-dalam.


P.S : This review is certified spoiler-freeAyo scroll balik ke atas dan dibaca ya.
And don't forget to follow my twitter : @Elbert_Reyner





You Might Also Like

17 comments

  1. Ga ada post-credit kyk biasanya ya? Pdhl udh nunggu smpe diliatin cleaning service

    ReplyDelete
  2. Ada kok. Tapi nggak ngasih petunjuk mengenai Avengers 2 atau film-film marvel berikutnya

    ReplyDelete
  3. mixed feeling, setuju banget. ikut2 formula TDKR juga setuju banget. sayang Shane Black kentang mengeksplorasi sisi psikologis Tony Stark. kaya mau nyemplung ke TDKR tapi ga bisa ninggalin gaya Iron Man. jadinya ada di tengah2 deh. nice review. salam dari tiketbioskop.blogspot.com

    ReplyDelete
  4. Nothing can say, ahahah. Bukan Marvel fanboy sih guenya, lebih suka ke DC, BB, TDK, dan TDKR, jadi, gue lebih suka ke phsycologys, ahaha.

    ReplyDelete
  5. untung dah baca review soal kualitas 3d nya di blog ini, jd hr minggu maren dah kgk ragu decided buat nonton versi 2d nya (mayan jg buat hemat budget,soalnya nonton ama family :-) , berhubung dah dpt bocoran bakalan ada easter egg scene after ending credit kita bela2in nunggu ,cuma tersisa 6 org dlm bioskop, cleaning service dah mulai beres2, kita mah pede aja ddk santai, hehehe....untung tkg proyektornya baek hati kgk matiin proyektornya ( it's happen when we saw Avengers, dah bela2in nunggu eh credit title blom kelar lgs dimatiin proyektornya, kurang asem :( easter eggnya mayan menghibur juga....hehehe....btw gw barusan ngerti napa di imdb review byk yg menghujat "such a waste for a big talent like Sir Ben Kingsley".....just go see this movie n u all will understand....;)

    ReplyDelete
  6. btw ada koq di after credit ending scene dikasi 'hint' THE IRON MAN WILL BE BACK....berarti bakalan nongol lg di Avengers 2 or even di Iron Man 4...( although kontrak Robert n Gwyneth dah kelar cuma utk 3 installment, tapi di sesi wawancara Robert dah kasi green light dia bakalan neken kontrak baru perpanjangan installment iron man kl masih mo dilanjutkan studio n producernya)...

    ReplyDelete
  7. Hmmm... I just KNEW IT! Dari trailernya yang mendadak berubah dark dibanding film2 sebelumnya, gue sadar tren sekarang ikut2an TDK-TDKR!!

    Sedikit keluar dari topik, apakah Bro Elbert juga merasa trailernya Wolverine yang kemarin2 sangat TDK-TDKR sekali? Just curious sih, soalnya gue berasa itu Batman-Nolan buanget buanget!

    Anyway, gue masih sakit hati itu Skyfall sok2an dijadiin Batman malah diingetin pula di review ini TT____TT DOOOHH! Mana sutradaranya katanya mau dipake lagi buat Bond berikutnya (U DONT SAY!??)

    Udah ah curcolnya. Overall, ini review yang jujur sekali.

    ReplyDelete
  8. bener nih,pas awal gw mo nonton ekspentasi gw berlebih,karena gw kebayang-bayang dengan iron man 1 dan 2,gw terlalu amaze buat nonton,tapi sayangnya pas uda selese nonton gw berasa ada yg kurang.. kurang greget aja gitu,gk kyk biasanya,sedikit kecewa sih..
    entah ya,kyknya di iron man 3 ini karakter tony starknya dibuat kurang narsis seperti biasanya dia..padahal itu yg jadi ciri khasnya..

    gw heran aja apa gw yg cuma berasa gitu,ternyata gw bisa menemukan penjelasan logisnya XD nice review :D

    ReplyDelete
  9. @Timotius : Iyup. Gw setuju ama semua huruf yang lu tulis bro :)

    ReplyDelete
  10. @Rickz95 : hahaha. Selera lah. Klo gw suka semua asal mereka masih bisa mempertahankan identitasnya.

    ReplyDelete
  11. @m1lk : efek 3Dnya surprisingly jelek. Jadi bener deh skip aja. haha. Di Surabaya sini sih selalu ditungguin projector-nya selama masih ada penonton yang nungguin.
    Iya lo, heran Ben Kingsley bisa mau dihina kyk gitu. ckck. Atau marvel punya rencana tersendiri untuk Mandarin (dilihat dari endingnya)!

    ReplyDelete
  12. @miki : Dan bersiaplah nanti Man of Steel juga bakal TDK-TDKR banget.
    Sutradaranya Skyfall udah resmi ga bakal kembali lagi kok untuk di Bond 24. Semoga producer-nya bisa milih sutradara yang bener-bener ngerti cara buat film action dan juga film Bond. Gw sih sangat berharap Martin Campbell mau kembali nyutradarain Bond.

    Mengenai trailer Wolverine, jujur ya, jujur, gw merasa film ini cheap looking abis. Udah kyk film jepang kelas B gitu, ga kyk film superhero kelas A!

    ReplyDelete
  13. Natnat : Bener. Seperti yang gw tulis, Iron Man kali ini bener-bener kehilangan identitasnya. Film iron man yang nggak terasa kyk film iron man. :(

    ReplyDelete
  14. menurut saya, film iron man ini bisa saja sukses dengan gaya dark yang kompleks dan gelap ala nolan, jika saja villain digarap dengan lebih dalam,
    yang membuat film TDKR menarik (dan TDK, yang saya anggap lebih keren), adalah pengkarakteran dari tokoh villain yang cukup dalam dan menjadi catalyst dari pengembangan karakter tokoh utama (dan bahkan menjadi spot light, seperti apa yang dilakukan oleh Joker), sedangkan menurut saya karakter mandarin ini terlalu biasa dengan misi rule the world with all cost-nya (dan revenge yang dangkal)

    ada beberapa hal lain, mungkin act penutup yang belum mencapai epicness dari TDKR (meskipun menurut saya konsep yang diangkat dari act itu mempunyai potensi yang cukup epic untuk menyamai ending dari TDKR)

    overall, saya tidak merasa cinematic experience yang wah, tony stark tetaplah menghibur dengan dialog cerdasnya yang saya suka, pesan penutup yang merangkum film ini tersampaikan lewat monolog di endingnya, but, this movie still fall short againts TDKR

    ~just my 2 cent

    ReplyDelete
  15. *yawn.... nguap gw begitu ada tulisan TDK...(over and over), you know what? you think you didnt want to compare it to TDK but you just did, and it makes me think...there it is another DC fanboy...

    no offense yah, tapi bisa ga lain kali nulis review but stand alone on the movie instead of comparing it to others, karena katakanlah orang lain ga ngerti film yang lu banding2in itu, (oh yeah bro, ada orang yang ketiduran nontonin TDK dan TDKR, wkwk...)

    keep on blogging, just found your blog, bookmark it :D

    ReplyDelete
  16. @anonymous : eh iya juga ya. Hahaaha. Tapi so far gw baru compare Iron Man 3 dan Skyfall dengan TDK / TDKR kok. Kbanyakan review yang lain bersifat stand alone. Dibaca ya ;) hehe

    Gw ga fanatik DC kok, Marvel juga suka (replay value mereka juga lebih tinggi). Tapi yang Iron Man 3 ini terlalu melenceng jauh dari formula mereka di phase 1. Jadi makanya terpaksa gw banding2in. Toh blog gw kan namanya DIARY, jadi sengaja gw tumpahin unek2 gw di sini.

    Tapi thanks banget lo masukannya. Gw senang dapet kritikan yang membangun. Lain kali gw akan lebih objektif dan ga kebawa emosi klo ngereview. Hehehe =)

    ReplyDelete
  17. Yang paling bikin gw kecewa itu soundtracknya gan. kemana perginya AC/DC dan Black Sabbath kyk film2 yg sblmnya.

    ReplyDelete

Just do it.