6 Alasan Film Indonesia Belum Mampu Menyaingi Film Luar
by : Joshua Reinaldo
Artikel ini saya tulis sebagai bentuk pelampiasan atas tidak diputarnya film2 luar yg merupakan summer blockbuster di bioskop Indonesia. Dalam menulis artikel ini, saya memohon maaf apabila ada kata2 yang kurang tepat atau kurang berkenan dikarenakan terbatasnya pengetahuan saya seputar krisis film impor di Indonesia. (mohon maaf juga kalau banyak kata singkatan he3)
1. Kualitas Audiovisual
Film Indonesia memiliki kekurangan yang cukup fatal dibandingkan film luar terutama dalam segi audiovisual. Jangankan kualitas gambar, kualitas suara saja masih “beda kelas” antara film Indonesia dan film luar. Audio film Indonesia sangat amat jelek , banyak terjadi “nggeremeng”, benturan antara suara yg satu dengan yg lain. Dari segi visual juga masih belum bisa dikatakan setara dengan film luar. Meskipun harus diakui sudah ada perbaikan kualitas gambar dari film-film Indonesia yg keluar secara bertahap, film luar pun semakin maju dlm hal penataan grafis dan efek-efek audiovisualnya. Oleh karena itu, para sineas2 dan artis2 Indonesia harus mengakui filmnya masih jauh dari dikatakan setara dengan film luar, dimana mereka dalam pandangan saya seharusnya mendukung kembalinya film2 luar yang bermutu di Indonesia
2. Kreatifitas Pembuat Film (Genre Film)
Terlihat masih minimnya genre film Indonesia dibandingkan film luar. Bandingkan genre film Indonesia yg hanya seputar mystic-horror-porn, romantic, (so called) comedy, drama religious, drama cultural (misal Laskar Pelangi, Sang Pemimpi), dengan film luar yg meliputi action, thriller, horror, mystery, animation, drama, (include romance) comedy, historic bahkan sering mengabungkan genre yg satu dengan genre yg lain ddan setidaknya pasti ada “romance” (mana ada film luar yg ga ada adegan ciumannya ^^). dan yg perlu diperhatikan adalah adanya pembagian antara thriller-horror-mystery di film luar yg tidak ditemukan di genre horror Indonesia. buat yg tidak tau, thriller adalah film seperti Final Destination, jadi film yg ngeri tapi tidak ada unsur hantu-hantuan. Sedangkan mystery adalah film2 puzzle misalnya Da Vinci Code. Film Indonesia tidak menawarkan something out-of-the-box, yg belum pernah ada sebelumnya, seandainya ada film Fast and Furious / Initial D versi Indonesia tentu para penonton akan tertarik menontonnya. Jadi sekali lagi saya katakan pada sineas Indonesia, dukunglah kembalinya film luar bermutu ke Indonesia
3. Isi Film
Isi film dalam hal ini adalah menarik tidaknya film tersebut, dimana untuk menonton sebuah film tentu film tersebut harus memiliki daya tarik. Misalnya banyak orang menonton Transformers karena memiliki daya tarik yaitu efek visual yang menarik, atau banyak orang tua mengajak anak-anaknya menonton Kungfu Panda karena selain animasi dan jalan cerita yang menarik, juga memiliki pesan moral yang cukup berkesan. Jadi, sebuah film Indonesia menurut saya harus memiliki 2 daya tarik yang utama, yaitu MENGHIBUR dan BERMUTU. MENGHIBUR artinya film tersebut dapat dinikmati oleh penonton / tidak membosankan untuk dilihat, biasanya dinilai dari segi teknis sebuah film, yaitu tema, jalan cerita, tokoh, dll. Sedangkan BERMUTU artinya mengandung suatu nilai yang dapat meninggalkan kesan yang baik bagi penonton, sebuah nilai yang menjadi pembelajaran bagi penonton. Sejauh ini, saya menilai film Indonesia sangat jarang sekali dapat memenuhi 2 kriteria tersebut. Film2 karya sutradara2 Indonesia yang terkenal menurut saya BERMUTU, tapi masih belum bisa dikatakan MENGHIBUR. Pesan2 moral yang menjadikannya BERMUTU pun menurut saya sulit ditangkap, sebagai contoh saya lebih ngerti pesan moral film Kungfu Panda dibandingkan film “?”. Alangkah baiknya bila mereka belajar memenuhi kriteria MENGHIBUR dari film2 luar untuk melengkapi dan mendukung kriteria “BERMUTU” dengan mendukung kembalinya film luar ke Indonesia.
4. Atitude Sineas Indonesia
Seorang seniman film yang baik memiliki niat untuk menyediakan tontonan / film yang MENGHIBUR dan BERMUTU kepada para penonton. Dan itulah yang dilakukan para sutradara2 dan aktor/aktris hollywood dalam membuat film mereka yang seharusnya menjadi contoh bagi para seniman2 film Indonesia. Menurut saya, masih sedikit film Indonesia MENGHIBUR dan BERMUTU yang layak ditonton (worth spending your money) . Hal tersebut tak terlepas dari sikap sineas2 Indonesia yang ingin membuat film secara instant. Jadilah bioskop2 kita seperti kuburan karena tidak ada film luar lengkap dengan poster film2 horror-porno yang diciptakan sineas2 kita. Adapun sikap arogan juga ditunjukkan sineas2 yang mampu memenuhi kriteria MENGHIBUR dan BERMUTU ataupun salah satunya. Mereka sangat percaya diri filmnya bisa sukses TANPA BANTUAN FILM LUAR. Dan sineas2 munafik macam ini sering kita baca komentarnya di surat2 kabar dan blog2 media massa. Padahal secara tidak langsung eksistensi film luarlah yang mengundang penonton ke gedung bioskop bukan film Indonesia. Dan setelah menyadari hal itu dan merugi karena filmnya tidak laku mereka menjilat ludah mereka sendiri dan sok objektif menyanjung2 film luar. Ingin saya garisbawahi meskipun pengetahuan saya dalam perfilman tidak seluas mereka, sikap mereka tersebut dapat menghancurkan perfilman di Indonesia, baik film lokal maupun film luar. Efeknya pun sudah kita rasakan sekarang ini dimana bioskop2 sudah mulai mati perlahan-lahan.
5. Kurangnya Kemandirian Seniman Film Indonesia
Saya dapat berasumsi poin 4 ini karena saya melihat sikap lembeng dari para seniman film Indonesia yang merengek ke presiden karena pajak untuk produksi film mereka terlalu besar. Padahal dengan pajak yang tinggi memiliki sisi positif bagi film Indonesia, yaitu menstimulasi para pembuat film untuk membuat film yang MENGHIBUR dan BERMUTU. Akhirnya dapat kita lihat sekarang setelah pajak film Indonesia diringankan semakin banyak tontonan yang tidak MENGHIBUR dan BERMUTU menghiasi bioskop2 Indonesia. Sama sekali tidak terjadi perubahan yang mereka harapkan, yaitu kemajuan film nasional. Selain BERGANTUNG PADA PEMERINTAH, mereka juga merengek tentang pajak tersebut dengan membawa-bawa pajak film luar. Saya tidak tahu apakah itu supaya film mereka bisa lebih laku dengan harapan pemerintah membatasi masuknya film luar, yang ujung2nya tidak beredar film luar keluaran studio2 besar hollywood (film summer). Tapi dari komentar-komentar beberapa artis dan sutradara Indonesia, saya menangkap bahwa selain bergantung pada pemerintah dalam membuat film bermutu, mereka juga TIDAK BERANI BERSAING DENGAN FILM LUAR. Benar2 sikap yang memalukan bagi seorang seniman film yang menunjukkan sikap pengecut dan backstabbing (karena mereka menghujat film luar tapi suka nonton film luar -_-‘)
6. Kurangnya Dukungan Pemerintah
Dukungan pemerintah yang saya maksud bukan dalam membuat film tersebut, tapi mendukung dalam bentuk MENYELESAIKAN KRISIS FILM LUAR INI SECEPAT MUNGKIN SECARA BIJAKSANA. Saya menuntut hal tersebut karena merupakan win-win solution bagi pemerintah - film luar - film lokal -penonton. PEMERINTAH merasa mendapatkan haknya secara layak, yaitu pembayaran atas utang importir dimana pemungutan utang dilakukan secara kekeluargaan, yaitu importir FILM LUAR memenuhi kewajibannya membayar pajak dan utang pajaknya sementara ia boleh MENGIMPOR FILM LUAR, yang menjadi pembelajaran bagi sineas Indonesia dalam meningkatkan kualitas FILM INDONESIA dan tentunya menjadi hiburan yang memuaskan bagi PENONTON.
Kurang lebih itulah 6 alasan tersebut. Saya tidak membuat artikel ini untuk mendiskreditkan pihak2 tertentu, tetapi karena saya ingin mengutarakan pemikiran saya mengenai krisis film impor yang terjadi dan memberikan sebuah opsi penyelesaian dari permasalahan tersebut yang dapat dijadikan bahan pemikiran oleh pihak2 yang terlibat dalam permasalahan ini. Karena permasalahan ini sudah tidak bisa dianggap sepele lagi, dimana sudah berlangsung selama 1/2 tahun dan masih belum berakhir sampai sekarang. Permasalahan ini apabila tidak diselesaikan dalam waktu dekat juga bisa mengancam masa depan perfilman Indonesia, mengancam karyawan2 bioskop yang berada di ambang kebangkrutan, dan mengancam citra pemerintah di mata masyarakat Indonesia dan masyarakat internasional. Sekali lagi, mohon maaf apabila ada kata2 yang kurang berkenan. Semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi teman2
by : Joshua Reinaldo
Artikel ini saya tulis sebagai bentuk pelampiasan atas tidak diputarnya film2 luar yg merupakan summer blockbuster di bioskop Indonesia. Dalam menulis artikel ini, saya memohon maaf apabila ada kata2 yang kurang tepat atau kurang berkenan dikarenakan terbatasnya pengetahuan saya seputar krisis film impor di Indonesia. (mohon maaf juga kalau banyak kata singkatan he3)
1. Kualitas Audiovisual
Film Indonesia memiliki kekurangan yang cukup fatal dibandingkan film luar terutama dalam segi audiovisual. Jangankan kualitas gambar, kualitas suara saja masih “beda kelas” antara film Indonesia dan film luar. Audio film Indonesia sangat amat jelek , banyak terjadi “nggeremeng”, benturan antara suara yg satu dengan yg lain. Dari segi visual juga masih belum bisa dikatakan setara dengan film luar. Meskipun harus diakui sudah ada perbaikan kualitas gambar dari film-film Indonesia yg keluar secara bertahap, film luar pun semakin maju dlm hal penataan grafis dan efek-efek audiovisualnya. Oleh karena itu, para sineas2 dan artis2 Indonesia harus mengakui filmnya masih jauh dari dikatakan setara dengan film luar, dimana mereka dalam pandangan saya seharusnya mendukung kembalinya film2 luar yang bermutu di Indonesia
2. Kreatifitas Pembuat Film (Genre Film)
Terlihat masih minimnya genre film Indonesia dibandingkan film luar. Bandingkan genre film Indonesia yg hanya seputar mystic-horror-porn, romantic, (so called) comedy, drama religious, drama cultural (misal Laskar Pelangi, Sang Pemimpi), dengan film luar yg meliputi action, thriller, horror, mystery, animation, drama, (include romance) comedy, historic bahkan sering mengabungkan genre yg satu dengan genre yg lain ddan setidaknya pasti ada “romance” (mana ada film luar yg ga ada adegan ciumannya ^^). dan yg perlu diperhatikan adalah adanya pembagian antara thriller-horror-mystery di film luar yg tidak ditemukan di genre horror Indonesia. buat yg tidak tau, thriller adalah film seperti Final Destination, jadi film yg ngeri tapi tidak ada unsur hantu-hantuan. Sedangkan mystery adalah film2 puzzle misalnya Da Vinci Code. Film Indonesia tidak menawarkan something out-of-the-box, yg belum pernah ada sebelumnya, seandainya ada film Fast and Furious / Initial D versi Indonesia tentu para penonton akan tertarik menontonnya. Jadi sekali lagi saya katakan pada sineas Indonesia, dukunglah kembalinya film luar bermutu ke Indonesia
3. Isi Film
Isi film dalam hal ini adalah menarik tidaknya film tersebut, dimana untuk menonton sebuah film tentu film tersebut harus memiliki daya tarik. Misalnya banyak orang menonton Transformers karena memiliki daya tarik yaitu efek visual yang menarik, atau banyak orang tua mengajak anak-anaknya menonton Kungfu Panda karena selain animasi dan jalan cerita yang menarik, juga memiliki pesan moral yang cukup berkesan. Jadi, sebuah film Indonesia menurut saya harus memiliki 2 daya tarik yang utama, yaitu MENGHIBUR dan BERMUTU. MENGHIBUR artinya film tersebut dapat dinikmati oleh penonton / tidak membosankan untuk dilihat, biasanya dinilai dari segi teknis sebuah film, yaitu tema, jalan cerita, tokoh, dll. Sedangkan BERMUTU artinya mengandung suatu nilai yang dapat meninggalkan kesan yang baik bagi penonton, sebuah nilai yang menjadi pembelajaran bagi penonton. Sejauh ini, saya menilai film Indonesia sangat jarang sekali dapat memenuhi 2 kriteria tersebut. Film2 karya sutradara2 Indonesia yang terkenal menurut saya BERMUTU, tapi masih belum bisa dikatakan MENGHIBUR. Pesan2 moral yang menjadikannya BERMUTU pun menurut saya sulit ditangkap, sebagai contoh saya lebih ngerti pesan moral film Kungfu Panda dibandingkan film “?”. Alangkah baiknya bila mereka belajar memenuhi kriteria MENGHIBUR dari film2 luar untuk melengkapi dan mendukung kriteria “BERMUTU” dengan mendukung kembalinya film luar ke Indonesia.
4. Atitude Sineas Indonesia
Seorang seniman film yang baik memiliki niat untuk menyediakan tontonan / film yang MENGHIBUR dan BERMUTU kepada para penonton. Dan itulah yang dilakukan para sutradara2 dan aktor/aktris hollywood dalam membuat film mereka yang seharusnya menjadi contoh bagi para seniman2 film Indonesia. Menurut saya, masih sedikit film Indonesia MENGHIBUR dan BERMUTU yang layak ditonton (worth spending your money) . Hal tersebut tak terlepas dari sikap sineas2 Indonesia yang ingin membuat film secara instant. Jadilah bioskop2 kita seperti kuburan karena tidak ada film luar lengkap dengan poster film2 horror-porno yang diciptakan sineas2 kita. Adapun sikap arogan juga ditunjukkan sineas2 yang mampu memenuhi kriteria MENGHIBUR dan BERMUTU ataupun salah satunya. Mereka sangat percaya diri filmnya bisa sukses TANPA BANTUAN FILM LUAR. Dan sineas2 munafik macam ini sering kita baca komentarnya di surat2 kabar dan blog2 media massa. Padahal secara tidak langsung eksistensi film luarlah yang mengundang penonton ke gedung bioskop bukan film Indonesia. Dan setelah menyadari hal itu dan merugi karena filmnya tidak laku mereka menjilat ludah mereka sendiri dan sok objektif menyanjung2 film luar. Ingin saya garisbawahi meskipun pengetahuan saya dalam perfilman tidak seluas mereka, sikap mereka tersebut dapat menghancurkan perfilman di Indonesia, baik film lokal maupun film luar. Efeknya pun sudah kita rasakan sekarang ini dimana bioskop2 sudah mulai mati perlahan-lahan.
5. Kurangnya Kemandirian Seniman Film Indonesia
Saya dapat berasumsi poin 4 ini karena saya melihat sikap lembeng dari para seniman film Indonesia yang merengek ke presiden karena pajak untuk produksi film mereka terlalu besar. Padahal dengan pajak yang tinggi memiliki sisi positif bagi film Indonesia, yaitu menstimulasi para pembuat film untuk membuat film yang MENGHIBUR dan BERMUTU. Akhirnya dapat kita lihat sekarang setelah pajak film Indonesia diringankan semakin banyak tontonan yang tidak MENGHIBUR dan BERMUTU menghiasi bioskop2 Indonesia. Sama sekali tidak terjadi perubahan yang mereka harapkan, yaitu kemajuan film nasional. Selain BERGANTUNG PADA PEMERINTAH, mereka juga merengek tentang pajak tersebut dengan membawa-bawa pajak film luar. Saya tidak tahu apakah itu supaya film mereka bisa lebih laku dengan harapan pemerintah membatasi masuknya film luar, yang ujung2nya tidak beredar film luar keluaran studio2 besar hollywood (film summer). Tapi dari komentar-komentar beberapa artis dan sutradara Indonesia, saya menangkap bahwa selain bergantung pada pemerintah dalam membuat film bermutu, mereka juga TIDAK BERANI BERSAING DENGAN FILM LUAR. Benar2 sikap yang memalukan bagi seorang seniman film yang menunjukkan sikap pengecut dan backstabbing (karena mereka menghujat film luar tapi suka nonton film luar -_-‘)
6. Kurangnya Dukungan Pemerintah
Dukungan pemerintah yang saya maksud bukan dalam membuat film tersebut, tapi mendukung dalam bentuk MENYELESAIKAN KRISIS FILM LUAR INI SECEPAT MUNGKIN SECARA BIJAKSANA. Saya menuntut hal tersebut karena merupakan win-win solution bagi pemerintah - film luar - film lokal -penonton. PEMERINTAH merasa mendapatkan haknya secara layak, yaitu pembayaran atas utang importir dimana pemungutan utang dilakukan secara kekeluargaan, yaitu importir FILM LUAR memenuhi kewajibannya membayar pajak dan utang pajaknya sementara ia boleh MENGIMPOR FILM LUAR, yang menjadi pembelajaran bagi sineas Indonesia dalam meningkatkan kualitas FILM INDONESIA dan tentunya menjadi hiburan yang memuaskan bagi PENONTON.
Kurang lebih itulah 6 alasan tersebut. Saya tidak membuat artikel ini untuk mendiskreditkan pihak2 tertentu, tetapi karena saya ingin mengutarakan pemikiran saya mengenai krisis film impor yang terjadi dan memberikan sebuah opsi penyelesaian dari permasalahan tersebut yang dapat dijadikan bahan pemikiran oleh pihak2 yang terlibat dalam permasalahan ini. Karena permasalahan ini sudah tidak bisa dianggap sepele lagi, dimana sudah berlangsung selama 1/2 tahun dan masih belum berakhir sampai sekarang. Permasalahan ini apabila tidak diselesaikan dalam waktu dekat juga bisa mengancam masa depan perfilman Indonesia, mengancam karyawan2 bioskop yang berada di ambang kebangkrutan, dan mengancam citra pemerintah di mata masyarakat Indonesia dan masyarakat internasional. Sekali lagi, mohon maaf apabila ada kata2 yang kurang berkenan. Semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi teman2