The Raid (2012) Review

3/27/2012 09:45:00 PM



Semenjak meraih penghargaan Midnight Madness di Toronto International Film Festival tahun lalu, film The Raid tiba - tiba menjadi perbincangan hangat di kalangan pecinta film. Bahkan kritikus di Amerika sana juga membanjiri pujian untuk film ini, di mana kebanyakan dari mereka sangat terpukau dengan adegan aksi yang disajikan; hingga akhirnya mendorong Sony Pictures Classics untuk membeli hak distribusi The Raid untuk diedarkan di seluruh dunia. Dengan segala hype yang luar biasa itu, apakah Gareth Evans benar - benar berhasil memenuhi ekspetasi para penonton?


Premise yang diangkat The Raid cukup sederhana. Ada satu tim khusus terdiri 20 orang pasukan terlatih (Semacam tim SWAT) yang ditugaskan untuk menyerang sebuah apartmen setinggi 30 lantai. Apartmen tersebut dipercaya sebagai tempat kediaman salah seorang bandar narkoba kelas kakap. Bisa ditebak, misi ini tidak berjalan lancar setelah tanpa sengaja alarm di apartmen itu berbunyi dan membangunkan seisi apartmen yang ternyata adalah pembunuh - pembunuh profesional. 
First of all, pujian “best action movie in decades” is not a joke. Membuat film full action yang memuaskan itu sebenarnya termasuk gampang - gampang susah. Mungkin sebagian besar sineas akan menyalahkan budgetnya yang terlalu sedikit untuk membuat adegan aksi dahsyat sesuai yang diinginkan penonton. Really? Coba lihat Transformers Trilogy yang rata - rata berbudget US$200 million malah membuat penontonnya bosan dengan segala ledakan megah dan visual effects-nya yang berlebihan itu. Well, yang dibutuhkan sebenarnya hanya satu : kreativitas bagaimana supaya para penonton tidak pernah bosan atau jenuh menyaksikan beragam adegan aksi yang hampir mengisi keseluruhan durasinya itu. Jujur saja, beberapa tahun terakhir ini saya sangat jarang menemui film action dahsyat nan brutal yang memiliki replay value tinggi dan bisa memuaskan dahaga saya sebagai seorang action-fans sejak kecil. Paling - paling hanya Live Free or Die Hard tahun 2007 lalu; itupun juga minus darah. Tetapi, apa yang dihadirkan The Raid justru jauh di luar perkiraan dan ekspetasi saya. Adegan aksi dalam film ini seakan - akan tidak memiliki aturan dan mematahkan semua ‘formula’ film action yang ada. Tidak akan ada cewek cengeng yang disandera. Tidak ada rasa kasihan. Semua disajikan to the point, sangat brutal, sangat sinting, sangat indah, sangat memukau, berdarah - darah, lengkap dengan segala dark humor-nya. Hal inilah yang membuat The Raid menjadi salah satu film action-hardcore favorit saya. Dan ajaibnya lagi, film ini 100% buatan Indonesia.

Adalah sebuah kesalahan besar apabila anda mengekspetasikan alur cerita yang berbobot dalam film ini. The Raid adalah jenis film yang jelas tidak mengutamakan cerita. Tetapi, berbeda dengan film - film lain yang sejenis; hal ini dilakukan dengan cara yang indah dan berbeda oleh sang sutradara sekaligus penulis naskah film ini, Gareth Evans. Ia sudah mempersiapkan para penonton semenjak menit pertama film ini berjalan, bahwa The Raid tidak akan bercerita secara bertele - tele. Hint sudah ditanam lewat adegan si Rama (Iko Uwais) yang sedikit melakukan latihan sehari - harinya dan berpamitan kepada istrinya yang tengah hamil untuk pergi bertugas. Rentetan dialog yang dilafalkan para aktornya sepanjang film juga terkesan to the point, dan sebisa mungkin menghindari segala formula cliche yang seringkali membuat kebanyakan film action begitu memuakkan (you know what I meant). Meski hal ini mungkin terlihat “gagal” dan amatiran ketika saya tuliskan di sini, tetapi pada saat divisualiasikan, formula yang diterapkan Gareth Evans ini menurut saya malah manjur. Cerita yang disuguhkan secara keseluruhan memang sederhana, namun beberapa twist dan elemennya sudah sanggup untuk membawa film ini menuju ke rentetan adegan aksi dahsyatnya dengan mulus, baik, dan tidak terkesan dipaksakan. 
Kembali ke adegan aksi. The Raid sepertinya menjadi ajang unjuk gigi betapa piawai dan kreatifnya dream-team yang terdiri dari Gareth Evans, Yayan Ruhian, dan Iko Uwais ini dalam menggarap adegan aksi dalam film ini. Hampir setiap adegan aksi (realistis non-CGI) yang bisa anda bayangkan bisa terjadi dalam sebuah gedung apartmen berhasil disajikan dalam The Raid, mulai dari gunfighting gila - gilaan, bertarung dengan tangan kosong, bertarung dengan golok, snipers, ledakkan elpiji, duet dengan musuh terkuat, sedikit horror-slasher, atraksi pencat silat yang amazing, bone-cracking, some john woo’s trademarks, dan lain sebagainya. You named it! Selain itu, teknik cinematography yang diterapkan Evans menurut saya termasuk bagus dan sangat membantu meningkatkan tensi ketegangan dalam The Raid (terutama ketika Gareth menggunakan angle horror-slasher saat para pembunuh  memburu pasukan yang tersisa). O ya, bagi yang membenci shaky-cam, Gareth tidak menggunakannya sama sekali dalam film ini. Semua adegan aksi yang indah itu bisa anda lihat secara utuh, tanpa ada gangguan, dan pastinya, akan membuat para penggemar film action meronta - ronta kegirangan di kursi bioskop.

Sebagai sebuah film, The Raid memang masih dikerumuni oleh beragam kekurangan, seperti story-nya yang terlalu sederhana, karakter - karakter yang kurang berkembang, some minor plot hole, dan lain sebagainya. But believe me, ketika si crime lord mulai menembaki kepala para tawanannya di 5 menit awal film ini, anda sudah tidak akan mempedulikan alur ceritanya sama sekali. The Raid is probably one of the most spectacular and satisfying action film I’ve ever seen!

[The Raid Trailer - US Version]

You Might Also Like

8 comments

  1. Transformers bosen? Kalo gw pribadi malah lebih suka "action scene" yang kaya Transformers daripada The Raid... :D

    Tapi sebagai flim silat / martial art udah pasti The Raid salah satu yang terbaik...

    ReplyDelete
  2. haha kita kebalikan seleranya. gw lebih suka yang "tradisional" seperti The Raid, Die Hard, dsb. Klo campur dengan CGI gw suka yang model Avatar, Aliens 2, Terminator 1-2, trus yang super stylish sperti Sucker Punch dan Matrix. Klo Transformers, G.I Joe dan sebangsanya cuman keren awalnya aja, lama - lama bosan karena monoton gitu - gitu aja. hahaha.

    ReplyDelete
  3. Hehe, iya yak, beda kita...

    Tapi gw juga suka Avatar, Aliens sama Terminator lho... :D

    Bentar lagi Wrath of The Titans nich bro, keren tuch, mesti nonton! :D :D :D

    ReplyDelete
  4. Iya gw pasti tonton. Tapi gak janji bakal suka. Haha. Yang clash of the titans menurut gw jelek soalnya..

    ReplyDelete
  5. Jet Li terlihat seperti anak - anak SD sedang bertengkar.
    Are you serious?? Sudah pernah nonton film-film Jet Li yg lama macam Fearless atau Fist Of Legend belum?

    Naif bgt reviewnya.. Jet Li? Who’s Jet Li?
    http://www.blackbeltmag.com/daily/martial-arts-entertainment/martial-art-movies/top-20-martial-arts-film-stars-of-all-time/
    http://www.ranker.com/crowdranked-list/the-all-time-greatest-martial-arts-actors

    Anda sudah menghina salah satu aktor laga favorit saya jadi yg nulis blog ini pasti orangnya cupu berpandangan sempit dan latah / cuma ikut-ikutan tren aja.

    ReplyDelete
  6. Haha iya saya masih anak2 soalnya. Hehe. Kepala 2 aja jg blum :$
    Thanks ya atas masukannya bro :)
    Udah saya edit tuh.

    ReplyDelete
  7. btw, saya orangnya ga suka ikut2an loh. Klo saya suka filmnya, saya pasti ngasih rating tinggi, biarpun orang lain bilang film itu jelek / biasa - biasa aja. Contohnya : Sucker Punch (orang2 bilang jelek), The Hunger Games (Banyak orang yang bilang biasa - biasa aja / jelek / mengecewakan), Warrior yang menurut saya biasa aja; tapi bagi orang lain bagus, dsb.
    Hehehe.
    Sekali lagi, saya minta maaf dan terima kasih banyak atas masukannya. semoga review saya di kemudian hari menjadi lebih sopan dan lebih baik lagi :)

    ReplyDelete
  8. Aaaargh!!!! Gw suka banget Sucker Punch!!!!!!!! :D One of the best ever!!!!!


    *epic win*

    ReplyDelete

Just do it.