LEWAT DJAM MALAM (1954) REVIEW

7/18/2012 09:12:00 PM



Pada zaman sekarang ini, tidak banyak orang yang bisa (dan tertarik) untuk menyaksikan film - film Indonesia klasik. Selain karena tidak pernah dirilis dalam bentuk home video, film - film tersebut juga berada dalam kondisi yang mengenaskan dan tidak terawat. Untung, Lewat Djam Malam karya salah seorang sineas terhebat di Indonesia, Usmar Ismail, berhasil diselamatkan dan direstorasi di Italia. Semua ini adalah hasil kerjasama antara Yayasan Konfiden, Kineforum Dewan Kesenian Jakarta, dan Sinematek Indonesia dengan National Museum Singapore dan World Cinema Foundation yang didirikan Martin Scorsese. Setelah diputar di Cannes Classic bulan Mei lalu, kini giliran Indonesia yang mendapat kesempatan untuk menyaksikannya. Apakah film Lewat Djam Malam masih dapat dinikmati hingga sekarang dan tidak termakan waktu? 

Fortunately, yes. Meski sudah berusia 58 tahun, Lewat Djam Malam masih berhasil menyampaikan pesan - pesan yang sama kuatnya ketika film tersebut dirilis 58 tahun yang lalu. Karakterisasi para tokoh - tokoh utamanya juga dibuat baik, di mana tidak ada yang baik ataupun jahat. Semua berada di garis abu - abu dan memiliki motivasi sendiri - sendiri yang kesemuanya sangat masuk akal dan manusiawi. Rasa emosi, pengkhianatan, dan kemarahan para karakternya digambarkan bdgitu natural dan sangat pas dengan cerita yang disuguhkan film ini.
Lewat Djam Malam mengajak kita untuk memahami pribadi para pahlawan dan juga problematika yang kompleks melalui tokoh pejuang Iskandar (A.N. Alcaff). Semua disajikan melalui proses. Mulai dari awal mula ketika Iskandar pulang ke rumah sebagai seorang pahlawan, ia disambut luar biasa, semua orang berterima kasih padanya, memberinya pekerjaan, dan lain sebagainya. Dan ini persis seperti yang kita lakukan. Namun, ucapan terima kasih thnggalah ucapan. Usaha perjuangan Iskandar mulai dilupakan, belum lagi usahanya beradaptasi dengan masyarakat yang tidak berjalan mulus dan juga munculnya para pengkhianat, membuat dirinya bertanya - tanya apakah selama ini yang ia lakukan sudah benar? Apakah ia memang benar - benar membutuhkan perlakuan spesial dari masyarakat sebagai imbalannya? Apakah ia layak untuk disambut sebagai pahlawan? Apakah kelakukannya semena - mena dan terlalu menyombongkan dirinya bahwa ia seorang pahlawan?
Pertanyaan - pertanyaan kuat itu terus menghantui para penonton di sepanjang durasinya. Semakin kita berusaha mencari jawaban atas pertanyaan itu, kita akan semakin menyadari betapa bagus, cerdas dan mendalamnya pesan dalam film ini. Usmar Ismail sukses mengutarakan makna kepahlawanan secara eksplisit, sederhana, tidak bertele - tele, namun begitu menohok dan membuat kita semua sadar bahwa betapa kita meremehkan kepahlawanan para pejuang kemerdekaan. Kita tidak pernah mengetahui isi hati para pahlawan. Kita terlalu meremehkan gejolak batin mereka, rasa paranoid dan trauma yang diakibatkan oleh peperangan. Pejuang kemerdakaan bukanlah seorang superhero, mereka adalah manusia biasa yang memiliki rasa cinta pada tanah air, hati yang kuat dan semangat untuk lepas dari para penjajah.

Meski demikian, Lewat Djam Malam tidak pernah berusaha untuk menggurui penontonnya dengan beragam nilai moral secara blak - blakan dan norak (yang tentunya akan membuat para penonton mencemooh bahwa film ini terlalu sok suci dan diadaptasi dari buku pelajaran Kewarganegaraan). Beliau menyampaikannya dengan begitu berkelas hingga membuat para penonton merasa iba pada karakter Iskandar; menyadari kelakukan para masyarakat yang tak pernah berterima kasih dan tidak mau mengerti isi hati serta pikiran para pahlawan. Dirilis tahun 1954, film ini adalah bentuk penyindiran yang cerdas kepada para penontonnya dan hebatnya, sindiran itu masih sama kuatnya ketika ditonton sekarang.

Rasa nasionalisme dan Lagu - lagu nasional juga disajikan pada film ini secara elegan, tulus, tidak cheesy dan sophisticated sehingga membuat p`ra penonton tersenyum lebar daripada menimbulkan rasa jijik “sok nasionalis” (generasi muda tentu tahu maksud saya). Akting para karakternya juga kuat meski kita harus sedikit memaklumi aksen dan tata bahasanya yang jadul itu. 
Probably, the greatest Indonesian film I’ve ever seen. Memang film ini masih memiliki beberapa kekurangan seperti alurnya yang lambat dan beberapa materi cerita yang terasa ganjil ketika disaksikan pada masa sekarang. Namun, hal ini tidak begitu mengganggu. Lewat Djam Malam tetap merupakan sebuah masterpiece warisan anak bangsa yang sangat sayang untuk dilewatkan oleh generasi - generasi muda. Semoga pemerintah dapat membuat kebijakan agar film ini selalu diputar setiap 17 Agustus di bioskop - bioskop tanpa biaya.
Film ini juga membuktikan bahwa sebenarnya negara kita memiliki bakat yang tidak kalah dengan sineas Hollywood. Hanya saja, apakah mereka berani untuk menunjukkan bakatnya itu? Ya, kebenarian untuk berpendapat adalah yang kita butuhkan sekarang.


You Might Also Like

0 comments

Just do it.