Sherlock Holmes : A Game of Shadows (2011) Review
12/24/2011 12:40:00 PM
Apakah Guy Ritchie mampu menyuguhkan sequel Sherlock Holmes sebaik film pertamanya? Atau malah terjebak dengan formula film sequel kebanyakan yang lebih mengutamakan adegan aksi lebih dahsyat daripada plot yang menarik? Let's find out.
Tahun 2011 bukanlah tahun yang baik untuk film - film sequel. Memang, prestasi yang ditorehkan sequel film - film blockbuster di tangga box office sungguh menggembirakan. Namun tidak dengan kualitas filmnya. Sequel semacam Cars 2, Pirates of the Caribbean 4, The Hangover 2, Transformers 3, Spy Kids 4, Final Destination 5, Johnny English 2, Happy Feet 2, hingga Alvin and the Chipmunks 3, semuanya tidak berhasil memenuhi ekspetasi para pecinta film ataupun melampaui kualitas film sebelumnya. Unfortunately, hal ini juga terjadi pada sequel terbaru Sherlock Holmes.
Melanjutkan kisah film pertamanya, Sherlock Holmes (Robert Downey Jr.) kini tengah memburu Professor Moriarty, seorang professor yang telah melakukan pemboman di beberapa tempat di dunia. Tidak seperti kasus - kasus sebelumnya, Sherlock kesulitan untuk menemukan bukti kuat untuk menangkap Moriarty; hingga suatu saat ia berhasil menyelamatkan seorang gypsi bernama Simza (Noomi Rapace) dari rencana pembunuhan terhadap dirinya. Menyadari bahwa ternyata Simza terkait dengan rencana Prof. Moriarty untuk mengacaukan dunia, Sherlock Holmes pun mengajak Simza dan Dr. John Watson (Jude Law) untuk berpetualang menghentikan musuh terbesarnya saat ini.
Sejak pembukaan film, Sherlock Holmes 2 sudah memberi impresi yang buruk kepada sebagian besar penonton. Plot-nya mengalir terlalu cepat dan membingungkan di awal film, bahkan tidak sedikit yang merasa seperti ketinggalan paruh awal film ini. Sayangnya, alur selanjutnya ternyata tidak jauh berbeda dengan di awal film, sehingga pada akhirnya membuat Sherlock Holmes 2 menjadi tidak menarik lagi karena plotnya sudah terlihat jelas berkat narasi yang terburu - buru dan terkesan ingin memberi ruang untuk adegan aksi yang lebih bombastis dari film pertamanya. Banyak momen ketika penonton hendak mencerna dan memadu padankan potongan puzzle, mereka segera disuguhi banyak sekali adegan aksi yang malah membuat Sherlock Holmes tidak terasa seperti film detektif.
Seperti kebanyakan 'penyakit' film - film sequel, sineas dan pihak studio selalu berambisi untuk membuat sequel film yang jauh lebih besar dari prekuelnya, baik di segi adegan aksi ataupun alur ceritanya yang lebih kompleks; yang ujung - ujungnya malah membuat sekuel tersebut kacau dan tidak konsisten, meski tidak menyangkal beberapa sekuel sukses besar mencampur aduk ambisi tersebut (contoh : The Dark Knight). Sebagai penonton yang mengharapkan sekuel Sherlock Holmes akan lebih seru daripada prekuelnya, saya kecewa berat. Nuansa misterius yang berhasil disajikan dengan amat baik di prekuelnya dan membuat para penontonnya penasaran, sama sekali hilang di film ini karena alur cerita Sherlock Holmes 2 terkesan seperti plot film action/espionage membosankan bersetting tahun 1890an. Bahkan Sherlock tidak melakukan penyelidikan dan analisis yang ‘menyenangkan’ seperti di prekuelnya (yang tentunya sudah menjadi elemen wajib di film - film detektif), tetapi malah bertarung sana - sini dan menghancurkan bangunan - bangunan hingga kereta api. Sehingga tidak bisa dipungkiri lagi bahwa si sutradara, Guy Ritchie, sudah menghina kisah klasik Sherlock Holmes habis - habisan dan tidak menghormati Arthur Conan Doyle sama sekali.
Untungnya, film ini agak terselamatkan berkat jajaran cast-nya yang berbakat. Robert Downey Jr. kembali menghadirkan performance yang baik sebagai Holmes dan chemistry bromance-nya dengan Jude Law juga masih terjaga, meski tidak bisa semaksimal seperti di film pertamanya. Bahkan bisa dibilang Robert berhasil mengikuti jejak Johnny Depp-Jack Sparrow, di mana karakter Holmes semakin identik dan melekat di dirinya. Wajah - wajah baru yang ikut meramaikan film ini juga tampil oke, terutama sosok cerdas Jared Harris yang cocok memerankan musuh besar Holmes, Moriarty. Noomi Rapace dan Stephen Fry yang berperan sebagai Simza dan Mycroft Holmes, respectively, juga menunjukkan kualitas akting yang cukup mumpuni dan penyeimbang, meski tidak istimewa.
Overall, di luar segala kekurangannya, Sherlock Holmes 2 masih termasuk film blockbuster yang menghibur berkat adegan aksi dan humor - humor segar yang menghiasi di sepanjang film, sehingga tidak bisa disangkal bahwa sebagian besar penonton mainstream pasti akan menyukai film ini. Terlepas dari itu, bagi para penggemar kisah detektif dan terutama yang menyukai film pertamanya, well.. saya hanya bisa mengingatkan bahwa anda harus memasang ekspetasi anda baik - baik, sekaligus berharap agar Guy Ritchie, selaku sutradara film ini, menyadari bahwa film detektif bukanlah sekedar menghadirkan adegan aksi dahsyat, melainkan juga alur cerita yang solid, misterius dan penuh twist.
3 comments
Harus saya akui, tulisan Bung "Roger eLbert" :) sangat baik untuk orang dengan seusia Bung Elbert. Wawasan akan dunia perfilman yang luas, pengetahuan akan penulisan jurnalistik yang apik, penuturan yang sederhana tanpa terlalu membuat ulasannya enak dibaca, terutama untuk penggemar film yang masih sebatas "moviegoers" dan belum se-"cinephile" seperti saya ini.
ReplyDeleteTerima kasih untuk tulisannya yang baik, teruslah berkarya dalam tulisan, agar kita para cinephile, moviegoers ataupun cuman sekedar penonton-yang-menghabiskan-malam-minggu-di bioskop-bersama-pasangan-tanpa-tahu-film -yang akan-ditonton (kita sebut apa ya penonton kategori ini?) punya alternatif referensi tambahan dari tulisannya.
Hormat saya
Arga Pramudia SH, M.Kn (28)
ralat: "penuturan yang sederhana tanpa terlalu banyak memakai bahasa asing membuat ulasannya enak dibaca"
ReplyDeleteWah terima kasih banyak! :D
ReplyDeleteSaya terharu dan bangga banget nih dipuji suhu Arga Hidayat!
Sebenarnya saya juga belum termasuk Cinephile, masih kurang pengalamann dan harus banyak belajar. hahaha.
Kalo "penonton-yang-menghabiskan-malam-minggu-di bioskop-bersama-pasangan-tanpa-tahu-film -yang akan-ditonton" itu ga tahu sebutannya apa. Mungkin penonton biasa / mainstream? Karena rasanya kebanyakan seperti itu deh. :P
Regards,
Elbert Reyner
Just do it.