ABRAHAM LINCOLN : VAMPIRE HUNTER (2012) REVIEW

6/28/2012 03:40:00 PM


"A man only drinks like that when he's planning to kiss a girl or kill a man. Which is it?" -Henry Sturgess
Sebagian besar masyarakat mungkin akan menganggap bahwa film berjudul ‘Abraham Lincoln Vampire Hunter’ (ALVH) ini sebagai pertanda bahwa Hollywood benar - benar kehabisan ide hingga menjadikan salah seorang presiden terkenal Amerika Serikat ini sebagai pembasmi vampire (keluarga Cullen masih aman di hutan). Namun, seperti yang kita semua ketahui, film ini adalah hasil adaptasi dari novel tulisan Seth Grahame Smith yang sangat terkenal di Amerika sana. Dengan ide cerita yang tidak biasa ini, apakah ALVH berhasil membuat para penonton terpesona atas kekreatifan Smith mengalternasi kisah sejarah Abraham Lincoln, atau justru terpuruk seperti film adaptasi graphic novel ‘nyeleneh’ lainnya, “Cowboys and Aliens” tahun lalu? 


Secara garis besar, kisah yang disadur dalam film ALVH adalah pencampuran antara biography si Honest Abe dengan tambahan banyak bumbu fiksi pada poin - poin penting dalam sejarah kehidupan Abe supaya kisah ALVH ini menjadi lebih meyakinkan. Seth Grahame Smith mulai menyuntikkan formulanya itu pada tragedi yang menimpa masa kecil Abraham Lincoln (Benjamin Walker) di mana ibunya sakit keras sesaat setelah peristiwa pertengkaran keluarga Lincoln dengan pimpinan tempat mereka bekerja. Abe mengetahui bahwa pimpinan tempat keluarganya bekerja ternyata adalah seorang vampire yang telah menggigit ibunya pada malam hari. Meski demikian, ia menyimpannya sebagai dendam pribadi hingga ketika ia menginjak masa remaja, Abe berusaha melancarkan dendamnya. Sayang, Abe gagal membunuh vampire tersebut dan diselamatkan oleh Henry Sturgess (Dominic Cooper) ketika nyawa Abe di ujung tanduk. Dari sinilah, perjalanan hidup Abe berubah drastis, menjadi seorang pemimpin negara dan juga pemburu vampire di malam hari.
Hal pertama yang langsung muncul di benak para penonton ketika menyaksikan film ini adalah betapa seriusnya tone yang diusung Timur Bekmambetov dan naskah yang ditulis sendiri oleh Seth Grahame Smith ini; yang secara tidak langsung justru telah mengurangi kesan kreatif dan gila yang diharapkan penonton dari sebuah film berjudul Abraham Lincoln Vampire Hunter. Yang kita semua dapatkan justru sebuah film mengenai pemburu Vampire yang seharusnya tidak perlu sampai memparodikan kisah sejarah Amerika Serikat, mengingat timeline kehidupan Abe diceritakan dengan alur yang sangat cepat dalam film ini, di mana pada menit pertama kita disuguhi Abe kecil, kemudian menjadi penjaga bakery yang suka membaca buku hukum, dan tiba - tiba saja ia sudah menjadi Presiden. Dengan gaya penceritaannya yang terlalu hati - hati dan alternasi sejarah kehidupan Abe yang tidak maksimal itu, ALVH is more like Blade Trilogy, dengan tokoh utama seorang presiden nyata dan setting tahun 1850-1865an; daripada sebuah film yang berhasil mensugesti penontonnya bahwa Abe juga memberantas vampire semasa hidupnya; di luar perjuangannya menghapus perbudakan dan rasisme yang sangat terkenal itu. 

Hal lain yang cukup mengganggu adalah akting Benjamin Walker sebagai Abraham Lincoln. Walau versi tua-nya tampil meyakinkan dengan tata make - up yang bagus,  aktingnya ketika memerankan Abe versi remaja termasuk buruk dan tidak meyakinkan. Sayangnya lagi, karakter pendukung yang rata - rata tampil baik justru tidak memiliki peran yang banyak dan menyia - nyiakan bakat yang dimiliki oleh Anthony Mackie ataupun Dominic Cooper.
Di luar itu semua, ALVH masih memiliki beberapa elemen penyelamat yang membuat film ini cocok dijadikan sebagai hiburan ringan di akhir pekan. Salah satunya adalah gaya action Timur Bekmambetov yang super stylish dan gory itu (walau sayangnya, tidak se-spektakuler dan se-memorable yang telah beliau sajikan dalam film Wanted). Twist cerita serta teori Seth Grahame Smith mengenai dunia vampire juga termasuk fresh dan menarik, dengan sedikit sentuhan nuansa gothic dari Tim Burton yang duduk di kursi produser pada design kostum - kostum para vampire bangsawan, hutan gelap lengkap dengan kabutnya, dan juga tone warna pucat-sephia yang digunakan sepanjang film ini. Budget $70 million juga dimanfaatkan sebaik mungkin untuk membangun set tempat yang eye catching, visual effects yang lumayan, dan juga untuk merealisasikan beberapa action spektakuler di 30 menit akhir film ini.
Overall, Abraham Lincoln Vampire Hunter memang berhasil mengembalikan pesona vampire yang sesungguhnya : kejam, cool, dan powerful di tengah beredarnya film - film yang menurunkan derajat vampire seperti KK Dheraj memperlakukan hantu - hantu Indonesia. Namun, seandainya saja kekreatifan Seth Grahame Smith dan Timur Bekmambetov tidak terkukung oleh kisah sejarah Amerika dan tokoh Abraham Lincoln, hasil akhir film ini pasti bisa jauh lebih baik lagi. [669]






You Might Also Like

7 comments

  1. Nggak nonton 3D-nya juga nich bro sama kayak gw... Hehe... Padahal sich gw maunya nonton yg 3D, karna gw yakin psti banyak konten pop-out disini...

    XD

    ReplyDelete
  2. Di kota gw 3Dnya telat masuk :((
    Terpaksa ga nonton 3D.

    ReplyDelete
  3. gua suka settingan vintage-nya <3 and anyhow, Mary Todd is super beautiful waktu muda.

    ReplyDelete
  4. Iya joc. Set tempatnya bagus. Tone warna-nya juga. Haha.
    Ngefans sama mary elizabeth winstead ya?

    ReplyDelete
  5. lihat tokoh abraham lincolnya yang berkharisma.

    ReplyDelete
  6. Kalau boleh saya sarankan, ada film yang mungkin sedikit bagus. yaitu devil. coba baca sinopsis & Trailernya di http://sinopsis-box-office.blogspot.com
    saya kok penasaran.

    ReplyDelete
  7. Devil - nya M. night Shyamalan kan? Kebetulan saya sudah nonton :)

    ReplyDelete

Just do it.