BANGKIT! (2016) REVIEW: KISAH HEROIK MEMPERTAHANKAN JAKARTA DI PETA DUNIA
3 stars movie 11/18/2016 07:11:00 PM
VERDICT: film Bangkit! telah menaikkan standar blockbuster filmmaking di Indonesia dan menandakan awal dari kebangkitan sinema tanah air.
Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 1 (2016) Review: Komedi Yang Terlalu Bergantung Pada Bumbu Nostalgia
2 stars movies 9/12/2016 06:46:00 PM
VERDICT: Keputusan Falcon dan Anggy Umbara untuk membagi Jangkrik Boss menjadi dua bagian membuat film ini kehilangan banyak momentumnya, dan seringkali, terasa terlalu bergantung pada elemen nostalgia-nya.
JILBAB TRAVELER LOVE SPARKS IN KOREA (2016) REVIEW: PETUALANGAN SEORANG PENJELAJAH BERJILBAB MERAMPUNGKAN KISAH CINTANYA
3 stars movie 7/30/2016 12:52:00 PM
Verdict: bagi yang mencari tontonan drama religi yang penuh dengan ajaran Islam, Jilbab Traveler jelas bukan film untuk anda. Karena semenjak bingkai pembuka hingga penutup, film ini memang telah dirancang secara khusus untuk tampil seindah dan seringan mungkin dalam menuturkan kisah cinta lintas benuanya. Dan di sinilah, Jilbab Traveler tampil sangat maksimal.
Satu hal yang pasti disinggung oleh Raditya Dika ketika ia menjadi pembicara adalah kisah perjuangannya dari nol hingga menjadi komedian paling terkenal di Indonesia saat ini. Dari penonton stand-up comedy yang hanya terdiri dari empat-lima orang termasuk ibunya, kini menjadi jutaan jiwa. Apa yang dilakukan Dika di masa remajanya itu memang adalah sesuatu yang luar biasa dan pantas untuk dibanggakan. Bahkan di film-film yang ditulisnya pun, ia seringkali menggunakan back story yang sama pada karakter yang dilakoninya sebagai solusi dari masalah yang dihadapi oleh karakter-karakter rekaannya itu.
SURAT CINTA UNTUK KARTINI (2016) REVIEW: CERITA CINTA FIKSI IBU KARTINI
1 star 5/02/2016 02:36:00 PM
Setelah kesuksesan luar biasa film Habibie dan Ainun tahun 2012 silam, genre biografi yang mengangkat tokoh penting Indonesia langsung menjadi tren film blockbuster di kalangan sineas dan rumah produksi di Indonesia. Kisah perjuangan tokoh-tokoh besar seperti Soekarno, Jendral Sudirman, H.O.S. Tjokroaminoto, sampai Jokowi pun akhirnya diadaptasi ke dalam medium film dengan skala produksi yang tidak main-main.
Film bertema body swap (bertukar tubuh) ataupun gender bending (laki-laki menjadi perempuan, dan sebaliknya) memang sudah bukan hal yang baru lagi di industri perfilman. Di Asia, ide cerita seperti ini bisa dibilang sebagai ‘cara instan’ yang sering ditempuh para filmmaker untuk membuat film atau serial TV rom-com / fantasy yang pasti ampuh menarik dan mengundang tawa penonton. Cukup dengan menyodorkan surat kontrak kepada aktor dan aktris yang sangat tenar, sedikit tweak naskah di sana-sini, dan bam, sukses besar.
Ketika lampu studio dinyalakan dan lagu OST karya Charlie Meliala, Noe Letto, dan Leilani Hermiasih yang epik itu berkumandang melengkapi kredit, saya sempat mencuri dengar celotehan tetangga saya. Dia bilang ke temannya, lengkap dengan lekukan senyum puas dan mata berkaca-kaca, kalau film Mencari Hilal itu seperti ‘bumi dan langit’ apabila dibandingkan dengan film-film religi yang sering diproduksi oleh industri film Indonesia.
Mengadaptasi buku ke medium film memang selamanya tidak pernah menjadi perkara mudah. Ada dua pertimbangan yang harus diperhatikan benar-benar oleh sang pembuat film, antara misinya untuk menyeimbangkan egonya dengan ego sang penulis, dan misinya untuk memuaskan penonton yang sebelumnya sudah membaca sumber materi ceritanya. Perselisihan antara pembuat film dan penonton seringkali terjadi pada materi cerita yang sudah terlebih dahulu terkenal di khayalak ramai, seperti, misalnya, buku-buku gubahan Dewi Lestari (Dee). Semenjak Rectoverso yang cukup bagus, film adaptasi berikutnya cenderung kurang memenuhi ekspetasi para penggemarnya, seperti Perahu Kertas, Madre, sampai Supernova: Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh.
2014 / Indonesia / 150 Minutes / Gareth Evans / 2.39:1 / R
Semenjak menggebrak layar pertama kali di Toronto International Film Festival tahun 2011 silam, The Raid (Serbuan Maut) sudah menjadi sebuah sensasi. Tidak hanya di dalam negeri asalnya sendiri, Indonesia, tetapi juga di kancah dunia perfilman internasional.
Saya menonton cukup banyak film-film Indonesia tahun 2013 kemarin, bahkan bisa dibilang yang terbanyak dalam hidup saya. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya 5-6 film per tahun, tahun 2013 ini mungkin saya sudah menonton 20 film lebih. Kualitas industri sinema kita yang terus menunjukkan perkembangan yang sangat positif telah berhasil menarik minat saya untuk menyaksikan film-film karya anak bangsa di bioskop dengan harga tiket yang sama dengan film-film blockbuster dari Hollywood.
TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK (2013) : VISUALISASI SEBUAH AMBISI DAN ESENSINYA
3 stars movie 12/29/2013 05:04:00 PM2013 / Indonesia / 163 Minutes / Sunil Soraya / 2.39:1 / PG-13
Mengadaptasi novel klasik buah karya anak bangsa bukanlah perkara mudah. Berbeda dengan negara-negara lain yang juga kaya akan budaya literatur seperti Amerika, Cina, dan Prancis, negara Indonesia terdiri dari banyak suku, logat, dan tata bahasa yang tersebar di beribu-ribu pulaunya dengan tingkat perkembangan dan perubahan di dalamnya yang sangat pesat.

Setelah Sanubari Jakarta yang menyapa para cinephile dengan kumpulan kisah kehidupan para kaum minoritas di Jakarta, kini giliran Salman Aristo menyajikan “sequel”nya yang berkisah mengenai hati di kota Jakarta. Dengan format omnibus yang digarap seorang diri, apakah Jakarta Hati berhasil mengetuk hati para penontonnya?

Pada zaman sekarang ini, tidak banyak orang yang bisa (dan tertarik) untuk menyaksikan film - film Indonesia klasik. Selain karena tidak pernah dirilis dalam bentuk home video, film - film tersebut juga berada dalam kondisi yang mengenaskan dan tidak terawat. Untung, Lewat Djam Malam karya salah seorang sineas terhebat di Indonesia, Usmar Ismail, berhasil diselamatkan dan direstorasi di Italia. Semua ini adalah hasil kerjasama antara Yayasan Konfiden, Kineforum Dewan Kesenian Jakarta, dan Sinematek Indonesia dengan National Museum Singapore dan World Cinema Foundation yang didirikan Martin Scorsese. Setelah diputar di Cannes Classic bulan Mei lalu, kini giliran Indonesia yang mendapat kesempatan untuk menyaksikannya. Apakah film Lewat Djam Malam masih dapat dinikmati hingga sekarang dan tidak termakan waktu?
Di samping kepopuleran film horror / porno yang terus mendominasi beberapa tahun terakhir ini, film omnibus (film yang terdiri dari beberapa kisah pendek yang tidak saling berkaitan, namun memiliki tema yang sama) sepertinya juga semakin populer di dunia perfilman Indonesia. Terhitung sejak awal tahun 2012, sudah ada film Dilema dan Hi5teria yang merupakan film omnibus. Dan untuk bulan ini, ada film Sanubari Jakarta yang sudah dirilis di bioskop mulai 12 April 2012 lalu.
Sebagai salah satu film Indonesia yang dinanti - nantikan akhir tahun ini, apakah Arisan! 2 berhasil mempercantik image dunia perfilman Indonesia seperti yang diharapkan para pecinta film tanah air? Let’s find out.
Hanung Bramantyo adalah salah satu sutradara film papan atas di Indonesia. Meski waktu lalu namanya sempat tercemar akibat pernyataannya yang katanya tidak pernah dikatakannya kalau Indonesia tidak butuh film Hollywood, film - film Hanung ternyata masih dinanti - nantikan banyak orang. Setelah merilis film - film bertema religius seperti Ayat - Ayat Cinta ataupun Tanda Tanya, Hanung kini mencoba menggarap film olahraga berjudul Tendangan dari Langit. Sama seperti film - filmnya yang terdahulu, Tendangan dari Langit kembali menyinggung masalah sosial di Indonesia yang kini berfokus pada dunia persepakbolaan di Indonesia. Setelah beberapa hari dirilis, film ini menuai pujian dan mendapatkan review positif dari banyak orang sehingga membuat saya tertarik untuk menonton Tendangan dari Langit. Tetapi apakah film ini memang benar - benar bagus atau malah overrated?
Screenshot di atas saya ambil dari facebook fanpage Star Movies VIP Access. Di situ tertera release date untuk Indonesia adalah 1 July 2011 yang tidak lain adalah pekan depan. Perlu diketahui bahwa VIP Access bukanlah acara TV sembarangan dan selalu membawa berita terbaru dan bisa dipercaya.
Memang bagi para pecinta film yang setia mengikuti berita tentang pajak film (termasuk saya) hal ini sangat tidak masuk akal mengingat kisruh pajak film ini belum usai : PT. Camilla dan PT. Satrya, importir film - film dari studio big six yang tergabung dalam MPAA, BELUM membayar utang pajaknya yang senilai Rp 300 milyar. Dan untuk urusan impor film ke Indonesia dan penyensoran film di LSF juga membutuhkan waktu yang tidak sedikit yaitu 2 - 4 minggu.
TETAPI...
Kebetulan ada pula yang posting berita seperti di atas beberapa jam sebelum VIP Access meng-update berita (postingan tersebut dicopy dari pernyataan seseorang di facebook fanpage Blitzmegaplex). Screenshot ini saya ambil dari kaskus.
Selain itu, kemarin Jumat, 24 Juni 2011, menteri kebudayaan kita sekali lagi menipu rakyatnya memberi pernyataan bahwa MINGGU DEPAN film MPAA akan bisa kembali meramaikan bioskop tanah air.
Dengan segala kebetulan ini, walau sangat tidak masuk akal, kita para pecinta film, sekali lagi, hanya bisa berharap dan siapa tahu keajaiban terjadi seperti 21Cineplex yang ingin membuat kejutan, mungkin?
[Untuk menyurutkan rasa bahagia anda, silakan klik --> LINK <-- ini :D]
P.S : semoga besok sudah di-update *ngarep.com*
Source :