HUMMINGBIRD (2013) : ANTARA EGO DAN NURANI

5/17/2013 09:36:00 PM



HUMMINGBIRD

2013 / 110 Minutes / Steven Knight / UK / 2.39:1 / R

Jika Jason Statham memang dianggap sebagai simbol bintang film action generasi 2000, maka ia paling tidak harus memiliki satu film yang melenceng jauh dari comfort zone-nya. Arnold Schwarzenegger, Van Damme, Sylvester Stallone, Jet Li, Jackie Chan, Nicholas Cage, sampai Bruce Willis (apalagi..) sudah sempat mengecap genre lain pada masa-masa kepopuleran mereka. Beberapa berhasil, sebagian besar tidak berhasil.


Hummingbird mungkin dapat dikatakan sebagai usaha pertama Statham untuk benar-benar memerankan karakter yang jauh berbeda dari yang pernah ia lakoni selama ini. Dan tidak main-main, ia langsung diarahkan oleh seorang Steven knight, penulis kaliber Oscar (Eastern Promises-2007) yang melakukan debut penyutradaraan pertamanya lewat film ini. 

Akan tetapi, gelar ‘Oscar nominated’, in my opinion, tidak serta-merta dapat dijadikan sebagai jaminan kualitas sebuah film. Taylor Hackford, seorang sineas pemenang Oscar yang telah mengantarkan Jammie Foxx meraih Oscar lewat film Ray, pernah mencoba untuk membawa Statham ke level yang lebih tinggi lewat film Parker-nya yang baru saja dirilis bulan Januari lalu. Directingnya memang cukup renyah, namun sayang, ia masih terjebak di formula klasik Statham, lengkap dengan segala kebobrokan plot yang dituliskan di setiap halaman naskahnya. Bahkan teman-teman saya pribadi masih banyak yang belum percaya kalau Parker dikomandani oleh sineas yang pernah naik ke panggung menerima piala Oscar.

Lantas, apakah kita perlu untuk bersikap pesimis terhadap hasil kerja Steven Knight, bahwa tidak akan ada sineas yang dapat mengubah sosok Jason Statham? Let’s find out.


Yang Berubah dan yang Tidak Berubah. 

Joey Jones (Jason Statham) adalah seorang mantan tentara special force yang hidup menggelandang di gang-gang London yang suram bersama dengan Isabel dan seorang biarawati, Christina (Agata Buzek) yang selalu memberinya makan malam, serta botol alkohol yang senantiasa melekat di bibirnya guna menghapus memori-memori kelamnya saat perang dulu. 

Namun suatu ketika, saat berada di tengah kejaran para “penagih hutang” kelas teri, ia tanpa sengaja terdampar di sebuah apartemen mewah yang tengah ditinggal oleh pemiliknya. Joey lantas memutuskan untuk memulai hidup baru karena ia menganggap bahwa semua ini bukan kebetulan saja, melainkan sebuah kesempatan kedua dari Tuhan. Ia lantas membangun “karir”nya dengan bergabung ke dalam grup mafia China sekaligus mencari jati dirinya.



Ringkasan cerita di atas memang terdengar Jason Statham banget sampai mungkin anda dan para pembeli tiket film ini sekalipun tidak akan percaya kalau Hummingbird adalah sebuah film drama dengan kadar adegan aksi sebesar 5%. Ah tak perlu khawatir karena tim marketing dan pihak produser sendiri pun tampak belum siap untuk mempublikasikan film terbaru Jason Statham ini sebagai film drama. Dan apabila kalian sempat melirik trailernya, kalian pasti mengerti apa yang saya maksud tadi. Tim marketing film ini telah mempresentasikan proyeknya tersebut sebagai the other Jason Statham movie, menipu masyarakat yang dengan antusias segera menerimanya sebagai film action yang asik, dan sebagian besar para pecinta film pun lagi-lagi dibuat mendesah bosan. Statham lagi! Statham lagi! 

Trik marketing ini terbilang "senjata makan tuan", sama seperti halnya film-film Statham terdahulu. Mereka tidak pernah berani mengutarakan sisi spesial dari film tersebut dan lebih memilih untuk menjual hal-hal yang sudah familiar dengan harapan agar masyarakat lebih antusias menyaksikan film tersebut. Sebagian memang berhasil dibujuk (terutama para fans dan masyarakat Indonesia--you know why) tetapi sebagian lainnya memilih untuk tidak menghamburkan uang-waktu mereka dengan hal-hal yang sudah familiar seperti ini (lihat saja penghasilan box office film-film Statham). 

Di sisi lain, menukar porsi drama dengan porsi action juga terdengar tabu dan fatal, terlebih kalau aktor utamanya sudah identik dengan film aksi laga. Keputusan seperti ini memang sangat berpotensi untuk menimbulkan lose-lose situation dalam dunia bisnis jual beli tiket, tetapi untungnya, pertaruhan besar Steven Knight ini sukses membuahkan hasil. Segala hal yang dijejalkan Knight dalam lingkup dramanya justru berakhir lebih memikat dibanding adegan aksinya. 



Mengenal Wajah Baru Statham.

Petualangan di dunia abu-abu--kisah di mana tidak ada karakter yang berada di kubu yang 100% jahat dan kubu yang 100% baik--bukan hal yang baru lagi memang. Tetapi sama seperti halnya cerita menyelamatkan-anak-yang-diculik-oleh-penjahat, premise seperti ini tren-nya tetap akan berlangsung sepanjang masa dan akan selalu menarik untuk disimak apabila penggarapannya dilakukan dengan bumbu kreatifitas yang pas. 

Tetapi Hummingbird versi Steven Knight ini sama sekali tidak berusaha untuk meretas wilayah baru dalam formula klasik kisah film studi-karakter. Ia masih terdengar cliche dan predictable, tetapi di sisi lain, terasa renyah dan rapi ketika disimak. Seperti biasa, misi film-film seperti ini adalah mengajak para penontonnya untuk mengenal karakter yang ada sedalam mungkin hingga akhirnya berhasil menghubungkan mereka dengan konteks narasi serta perubahan karakter selama perguliran durasinya. 

Steven Knight berhasil menuntaskan sebagian misi tersebut dengan baik. Jarak antara penonton dengan rasa bosan berhasil dijaga agar tetap renggang berkat perkembangan karakter-karakternya yang menarik dan thought-provoking dari awal sampai akhir film. Tetapi di misi lainnya, Steven tidak begitu berhasil menggenjot tensi film ini. Narasi olahannya cenderung datar dan under-developed. Terlalu banyak karakter dan potensi yang dibuang percuma. Tema gangster, twist clue, dan dunia gelapnya juga sekedar disentil sesaat, meninggalkan harapan kosong kepada para penontonnya yang berharap akan terjadi sesuatu di bagian tersebut tetapi tidak pernah terjadi. Alhasil, tingkat keseimbangan antara drama dan cerita menjadi berat sebelah hingga mau tidak mau harus berdampak pada pacing film yang dapat dikatakan lambat tanpa gejolak yang asyik.


Di departemen akting, Jason Statham menunjukkan kebolehannya sebagai aktor dalam memerankan Joey Jones, seorang pria keras dan kasar tetapi memiliki hati malaikat di dalamnya. Masih basic memang, tetapi tidak buruk--di beberapa scene ia malah sempat tampil cukup memukau, tanpa stunt double--dan yang terpenting, ia akhirnya berusaha untuk mengenakan topeng yang berbeda; menjawab segala pertanyaan para fans apakah Statham bisa memerankan karakter yang di luar comfort zone-nya. Dan itu patut diapresiasi lebih. 

Dan ntah apakah saya saja yang menyadarinya, karakter Joey di film ini dapat dikatakan sebagai sebuah tribute sekaligus sebagai the next chapter / sequel untuk nyaris semua kehidupan karakter yang pernah Jason Statham perankan. You know, mempertanyakan hal-hal sepele seputar karakter tersebut seperti apa yang akan terjadi setelah dia menyelesaikan misi terbesarnya, atau apa yang akan dia lakukan setelah dia menuntaskan urusan balas dendamnya. Semua pertanyaan itu sepertinya berujung dalam kisah Joey ini yang masa lalunya digambarkan persis seperti hampir seluruh karakter yang dilakoni Jason Statham yang kita kenal selama ini. 

Steven Knight ternyata juga tidak luput untuk mereparasi departemen lawan main Statham, di mana karakter wanita pendamping di film ini dapat dikatakan sebagai karakter love interest Statham yang tergali paling baik. Ia telah mendorong Agata Buzek yang berperan sebagai biarawati Christina di film ini untuk tidak sekedar berperan sebagai side-kick wanita pemanis (Agata tidak manis, fyi), melainkan juga berperan sebagai plot device dan karakter penting untuk memperkaya pribadi sosok Joey (dan demikian sebaliknya). Namun sayang sekali, karakter Christina masih terjebak di dalam ranah stereotip karakter biarawati yang naif dan menjengkelkan.



Overall, di luar segala kekurangannya itu, film Statham teranyar ini tetaplah sebuah kejutan manis, di mana film ini sukses menunjukkan sosok Jason Statham yang sendu di setting bayang-bayang kota London yang kelam. Hummingbird berhasil menanamkan pemikiran kepada penontonnya bahwa sebutan “pahlawan super” bukan serta-merta diukur dari seberapa cermat ia membersihkan sampah masyarakat saja, tetapi juga dinilai dari hati nurani dan motif dari segala perbuatannya tersebut. Semua itu berhasil dijabarkan dan dipertanyakan Steven Knight dengan hati-hati dalam keseluruhan menit film ini tanpa sekalipun meninggalkan kesan menggurui, sehingga tanpa perlu pikir panjang-lebar lagi, saya rasa Hummingbird is Statham's greatest, most thoughtful film yet. 

[1248 words]
Follow my Twitter : @Elbert_Reyner




You Might Also Like

2 comments

  1. filmnya bagus gan dan thanks blog

    ReplyDelete
  2. mungkin karena udah persepsi masyarkat kali bahwa jason statham udah terlanjur memiliki wajah seorang petarung..hehe padahal doi juga bisa berakting sedikit bodoh dengan wajah sendu kaya di the one.., dia juga udah berhasil bermain film diluar action.. ya walapun ada tarung2nya..hehe sseperti di snatch,, dia keren banget

    ReplyDelete

Just do it.