KILLERS (2014) : THE ART OF KILLING

2/10/2014 09:57:00 PM



2014 / Indonesia / 135 Minutes / The Mo Brothers / 2.39:1 / R


Nama The Mo Brothers sebagai sutradara mungkin belum setenar Hanung Bramantyo atau Joko Anwar di mata masyarakat awam, tetapi kiprah mereka, terlebih Timo Tjahjanto, di dunia perfilman nasional maupun internasional, tak bisa dipandang remeh. Lewat debut fitur film mereka, Rumah Dara (Macabre), lima tahun silam, nama mereka seakan sudah melambung tinggi di kalangan pecinta film dan fans film horror sebagai sutradara yang patut dinantikan karya-karyanya. Bahkan para produser film asing pun tak segan memberi kepercayaan pada Timo Tjahjanto untuk menyutratradarai salah satu segmen film horror omnibus The ABCs of Death (segmen L for Libido) dan V/H/S (segmen Safe Haven bersama Gareth Evans). Hasilnya? Karya-karyanya selalu menjadi yang paling standout dan paling tak terlupakan dari semua segmen yang lain!


Untuk tahun 2014 ini, Timo Tjahjanto kembali berkolaborasi dengan rekannya, Kimo Stamboel, menyutradarai film hasil kerja sama Indonesia dengan rumah produksi Jepang berjudul Killers. Sama seperti karya-karya mereka sebelumnya, Killers masih memiliki semua elemen yang disukai oleh para penggemar horror dan juga aspek-aspek esklusif yang selalu berhasil membuat film mereka begitu dahsyat : elemen thriller yang mencekam, adegan violence penuh darah, dan eksekusi narasi yang selalu berbeda dengan film-film horror kebanyakan.

Killers berkisah tentang dua orang psikopat, Nomura (Kazuki Kitamura) yang berasal dari Jepang dan Bayu (Oka Antara) asal Jakarta, dengan latar belakang kehidupan dan motif membunuh yang berbeda. Kemajuan teknologi komunikasi membuat kedua orang ini bertemu tanpa sengaja di sebuah website organisasi psikopat dunia. Nomura mengaku begitu kagum dengan seni membunuh Bayu, dan kedua psikopat ini lantas mulai menjalin hubungan tidak lazim yang menjadikan mereka sebagai salah seorang pembunuh paling berbahaya di kotanya. 


Berbeda dengan film-film slasher kebanyakan, Killers lebih berfokus pada perkembangan karakter kedua tokoh sentralnya, seperti bagaimana mereka menghadapi penyakit kejiwaan mereka itu, dan bagaimana orang-orang sekitar mereka meresponnya. Secara utuh, Timo dan Kimo ingin memberi gagasan tentang sisi tergelap dalam diri manusia dan juga studi karakter tentang bagaimana seseorang yang mengalami gangguan kejiwaan memandang kehidupan. Semua itu berhasil diilustrasikan dengan penampilan yang amat baik dari Kazuki Kitamura dan Oka Antara. Mereka berdua tidak hanya berhasil membuat sosok Nomura dan Bayu ini tidak terjebak dalam sosok psikopat yang stereotip, tetapi mereka juga sukses menjadi sosok manusia yang patut dikasihani dalam diri Nomura dan Bayu. Timo dan Kimo juga, dengan cerdiknya, menyelipkan benang merah penghubung antar kedua karakter tersebut, seperti keberadaan perempuan yang mereka cintai dan peristiwa traumatis yang sama-sama mengubah hidup mereka, sehingga penonton merasa seperti sedang menyaksikan satu film yang saling berhubungan dan mengalir di alur yang sama, meski secara narasi, Nomura dan Bayu tidak pernah bertatap muka sampai di konklusi filmnya yang luar biasa itu.



Meski perkembangan karakternya cenderung lebih kuat, Naskah besutan Timo Tjahjanto dan Takuji Ushiyama ini tidak serta-merta terjerumus sepenuhnya dalam drama studi karakter yang membosankan. Mereka berhasil menyeimbanginya dengan adegan-adegan pembunuhan yang dihadirkan dengan sajian penuh darah, tata skor ekstrim yang menegangkan, dan tingkat kekejaman yang akan membuat penonton awam bergidik di kursinya. Tetapi fans horror/slasher mungkin akan sedikit kecewa karena Killers versi Indonesia ini, konon, mengalami banyak pengurangan detil adegan pembunuhan agar tidak menimbulkan kontroversi; berbeda dengan versi internasionalnya yang kabarnya lebih beringas. The Mo Brothers juga turut menyajikan rentetan dark humor pada momen-momen yang pas di sepanjang durasi 135 menitnya agar penonton tidak bosan.


Sayangnya, Killers sedikit banyak mengalami ups and downs terutama di segi dialog yang terkadang saling bertubrukan antara cheesy dan filosofis, dan beberapa teknik efek visual yang terlihat amatiran. Karakter-karakter pendukungnya juga kebanyakan terjebak di ranah stereotip dan keberadaan beberapa plot hole dalam narasinya yang akan membuat penonton menggaruk-garuk kepala, seperti bagaimana caranya Bayu bisa lolos pemeriksaan sekuriti dan berhasil membawa pistol di dalam hotel berbintang lima, yang dalam beberapa kesempatan akan mendorong penontonnya untuk berpikir secara filosofis dan metaforis terhadap kejanggalan-kejanggalan tersebut.


Overall, Killers bukanlah sebuah film horror/slasher yang hanya menyuguhkan adegan berdarah-darah dan terror tanpa ampun untuk memuaskan dahaga para fans horror di Indonesia, Killers adalah film tentang studi karakter yang universal dan juga ilustrasi sisi tergelap manusia yang begitu filosofis, membuka wawasan, dan mengajak penontonnya untuk bercermin dan merenungkan kualitas moral dalam dirinya. Nomura dan Bayu tidak ubahnya sosok manusia biasa dengan trauma berat dalam jiwanya yang membuat mereka tidak bisa mengkontrol sosok predator dalam diri mereka dan melampiaskan semua itu dengan cara yang berbeda. Inside all of us lives a killer.[]


Rating :



You Might Also Like

4 comments

  1. Jadi, versi Internasional lebih panjang dan lebih berdarah dari pada versi Indonesia?

    ReplyDelete
  2. Berarti nunggu yang versi extended.

    ReplyDelete
  3. liat photo di atas yg ruangannya dibungkus plastik koq seperti liat adegan di film seri DEXTER ya...

    ReplyDelete

Just do it.