Conan the Barbarian (2011) Review

9/18/2011 08:31:00 PM

Proyek reboot Conan the Barbarian sebenarnya sudah akan dibuat sejak tahun 2006 lalu, namun banyak sekali halangan yang terjadi mulai ganti - ganti sutradara, sampai perpindahan hak cipta dari Warner Bros ke Paradox Entertainment yang kemudian didistribusi-kan oleh Lionsgate. Marcus Nispel pun ditunjuk sebagai sutradara, dan rasa antusias saya langsung anjlok. Bagaimana tidak, Marcus Nispel adalah sutradara di balik film - film yang kualitasnya di bawah rata - rata : Pathfinder, Friday the 13th remake, Texas Chainsaw Massacre remake, dsb. Belum lagi susunan penulis naskahnya adalah penulis naskah film - film buruk : Dylan Dog dan A Sound of Thunder. Dengan budget sebesar $90 million dan kru - kru yang tidak meyakinkan tersebut, apakah film reboot Conan the Barbarian ini berhasil memenuhi harapan para penonton?


Sayangnya, tidak. Conan the Barbarian adalah salah satu film adventure-fantasy terburuk dalam daftar saya, menemani The Last Airbender, Dragonball Evolution, dsb. Hampir seluruh aspeknya di bawah rata - rata, kecuali adegan aksi ataupun visual effects-nya yang menurut saya sudah masuk kategori mediocre. Padahal, paruh awal film ini cukup bagus dan meyakinkan menurut saya.


Film dibuka dengan narasi pendek mengenai garis besar plot film ini dan kehidupan masa kecil Conan. Dan jujur saja, ini adalah bagian terbaik dari film ini. Suatu hari, desa tempat tinggal Conan kecil diserang kemudian dibakar oleh Khalar Zym (Stephen Lang) dan hanya menyisakan dirinya. 20 tahun kemudian, Conan (Jason Momoa) telah tumbuh dewasa dan menjadi kesatria yang kuat. Kekuatannya ini digunakan untuk perbuatan mulia : membebaskan para tawanan yang akan diperbudak oleh Khalar Zym. Usut punya usut, hal ini dilakukan Conan untuk memancing perhatian Khalar Zym dan membunuhnya. Sementara itu, Khalar Zym sedang mencari 'darah murni' untuk membuka kekuatan sihir tak terkalahkan dan menguasai dunia.



Tradisional sekali bukan? Kisah seperti ini sudah sering sekali diangkat di berbagai macam film dan game - game RPG. Parahnya, Conan the Barbarian tidak bisa menyajikan plot ini dengan gaya baru ataupun mengembangkannya dengan baik, malah mengalir datar - datar saja dari awal hingga akhir dan tidak menyuguhkan plot twist sedikitpun. Dengan cerita yang begitu simple, si penulis naskah masih saja melakukan banyak kesalahan - kesalahan baik kecil ataupun besar di sepanjang alur film yang membuat film ini justru tampak konyol, murahan dan tidak jelas. Karakter protagonis dan antagonisnya juga digarap dengan payah, tanpa perkembangan karakter, tanpa emosi, dan juga terlalu tradisional dilengkapi dengan dialog - dialog jelek (hal ini diperparah oleh subtitle buruk dari PT. Parkit, importir film ini di Indonesia). Selain naskahnya yang parah, akting para aktor dan aktrisnya juga terkesan tidak bersemangat dan begitu - begitu saja.



Adegan aksi penuh darah sepertinya adalah kekuatan utama dan daya tarik dari film ini. Sayang, ntah karena disensor atau bagaimana, film ini tidak sesadis ekspetasi saya. Selain itu, adegan aksi yang dihadirkan juga terkesan monoton dan tidak kreatif, meski menurut saya masih bisa masuk dalam kategori "masih cukup asyik untuk dilihat". Visual effects dan set lokasi yang disuguhkan juga standard film - film hollywood walaupun tidak termasuk dalam kategori mindblowing. Jadi walaupun buruk di segala aspek, Conan paling tidak masih bisa menghibur para penonton dengan ekspetasi yang tepat.



Overall, saya sudah memasang ekspetasi serendah mungkin terhadap film ini setelah melihat rating rendah dari situs - situs luar dan performa box office-nya yang sangat lemah. Sayangnya, ekspetasi rendah ini pun masih tidak bisa terpenuhi seluruhnya, meski saya terhibur setelah menonton film ini. Dan terakhir, untuk lebih mudah membayangkan keburukan Conan the Barbarian, saya akan memberi sedikit ilustrasi : naskah buruk The Last Airbender dicampur dengan kebodohan Dragonball Evolution dan formula membosankan Transformers, kemudian masukan aktor - aktris yang tidak bisa berakting ke dalam set Clash of the Titans lengkap dengan Krakennya (no kidding). Kurang menarik? Tambahkan "putri" Freddy Krueger, kolonel kejam dari James Cameron's Avatar, dan CGI Blood. Jadilah sebuah film epic kolosal mengenai seorang kesatria yang lahir di medan perang dan darah ibunya adalah minuman pertamanya (no kidding juga).



VERDICT : SKIP dan tonton di DVD, kecuali jika anda sangat menikmati / menyukai Dragonball Evolution, The Last Airbender, Pathfinder ataupun Clash of the Titans, film ini wajib anda saksikan.

You Might Also Like

0 comments

Just do it.