LIFE OF PI (2012) : A VERY DELICIOUS SLICE OF PI(e)

12/04/2012 12:25:00 PM






Sejak diterbitkan sebelas tahun yang lalu, novel Life of Pi telah berhasil mengambil hati masyarakat dan menelurkan banyak fans berkat kisahnya yang sangat indah, tidak biasa, dan memuat banyak pesan moral yang (katanya) bisa membuat para pembacanya percaya kepada Tuhan. Dengan kepopuleran seperti itu, jelas sudah bukan kejutan lagi kalau para produser dan petinggi studio Hollywood berlomba-lomba untuk mendapatkan hak adaptasi novel karya Yann Martel ke medium film. Sayangnya, materi novel ini ternyata sulit untuk ditransfer ke layar lebar, apalagi sebelumnya novel tersebut telah mendapat restu dari para fans bahwa kisah petualangan Pi ini memang unfilmable.


Setelah berpindah-pindah tangan, Life of Pi akhirnya berhasil memasuki tahap produksi di bawah bendera 20th Century Fox dan ditangani oleh sineas peraih Oscar, Ang Lee. Dengan perlengkapan kamera 3D tercanggih dan budget $120 juta, apakah Ang Lee berhasil memberi tontonan berkelas dan menghibur tanpa harus kehilangan esensi novelnya ?




CAST AWAY MEETS THE TREE OF LIFE

Pi Patel (Suraj Sharma) adalah seorang anak yang lahir di keluarga pemilik kebun binatang yang kaya-raya dan sangat taat beragama. Suatu ketika, akibat desakan kebijakan baru dari pemerintah di negaranya kala itu, Pi sekeluarga harus pindah ke Kanada dan menjual binatang koleksi mereka di sana.

Bisa ditebak, rencana ini tidak berjalan mulus karena kapal yang mereka tumpangi tenggelam di tengah badai liar dan hanya menyisakan Pi bersama dengan seekor Orang Utan, Zebra, Hyena, dan Harimau. Petualangan bertahan hidup ini pun secara tidak langsung membawa hubungan Pi dengan Tuhan ke arah yang tak terduga.

If it can be written or thought, it can be filmed

Kisah film ini secara mengejutkan banyak mengingatkan kita dengan film Cast Away yang dibintangi oleh Tom Hanks tahun 2000 lalu. Kisah survival memang termasuk susah untuk disajikan ke sebuah film layar lebar, apalagi untuk kasus Life of Pi, sebagian besar ceritanya bersetting di sebuah kapal kecil di atas permukaan laut yang kosong. Yup, selama kurang lebih 1 jam 15 menit dari durasinya yang 2 jam, film ini bersetting di sebuah kapal kecil yang mengapung tak berdaya di atas permukaan laut.

Namun, seperti yang dikatakan oleh Stanley Kubrick bahwa tidak ada materi cerita yang mustahil untuk difilmkan, Ang Lee justru berhasil menyulap sebuah kisah survival yang berpotensi untuk membuat penonton sekarat kebosanan ini menjadi sebuah film petualangan yang sangat menyenangkan untuk disaksikan tanpa harus lupa menyelipkan pesan religiusnya yang sangat thought-provoking seperti yang diusung novelnya itu--walau kalau boleh jujur, jangan terlalu berekspetasi tinggi terhadap gembar-gembor mengenai nilai moral dalam film ini. 


Hal utama yang patut diacungi two big thumbs up adalah bagaimana cara Ang Lee menyuguhkan pesan religiusnya yang menjadi inti film ini (yang mana secara tidak langsung berhasil menjawab pertanyaan para pecinta film yang berandai-andai mengapa film ini bisa lulus sensor dan tidak menarik perhatian kaum munafik you-know-who itu). 

Yup, that’s it. Tidak blak-blakan. 
Ntah Ang Lee mengikuti cara bertutur novelnya atau bagaimana (I don’t read the novel), beliau membuat keseluruhan film ini sebagai sebuah metafora perjalanan spiritual, evolusi pemahaman, cara pandang dan keyakinan seorang anak muda terhadap Tuhan-nya. Meski terkesan “sembunyi-sembunyi”, para penonton tidak terlalu kesulitan untuk memahami keseluruhan isi film ini, baik melalui diskusi ringan dengan penonton lain ataupun repeated viewing, apalagi Ang Lee juga membantu kita dengan memberi suguhan ending yang sangat mengejutkan sekaligus mempertegas inti film ini sendiri. 

Dengan pendekatan yang dilakukan Ang Lee itu, film Life of Pi sama sekali tidak meninggalkan kesan menggurui. Film ini mengajak kita untuk berpikir, melunakan hati yang keras, dan merefleksikan diri kita sendiri dengan metode yang universal sehingga sanggup menyentuh seluruh kalangan penonton, agama apapun yang mereka anut. 

Jadi ya, bisa dikatakan film Life of Pi adalah pengawinan yang selaras antara kisah petualangan survival yang menarik dan menghibur seperti dalam film Cast Away dengan keindahan visual dan pesan religius seperti yang terkandung dalam akar film The Tree of Life.  


A Visual Grandeur

Akan tetapi, bagi yang mencari sekedar hiburan, kekuatan visual film ini dapat dikatakan sebagai keunggulan dan elemen hiburan yang tidak bisa diremehkan begitu saja. Ang Lee berhasil memberi suguhan visual yang sangat powerful, imajinatif dan indah yang sanggup berbaur ramah dengan jalinan plotnya. Arahan Cinematography dari d.o.p Claudio Miranda dengan trik alternasi Aspect Ratio-nya itu juga turut memberi sumbangsih besar terhadap kemewahan efek 3Dnya dan memperkuat sajian visual yang benar-benar mindblown

Overall, meski alurnya sempat melambat di pertengahan film dan pesan-pesannya yang maybe tidak sebesar yang digembar-gemborkan (but it’s still very very good), Life of Pi tetap merupakan contoh film langka yang berhasil menuntaskan segala misinya secara exceptional. Film ini sanggup menghibur, memukau, menyentuh, dan memberi makanan rohani untuk para penontonnya dalam waktu yang bersamaan layaknya sepotong pie lezat dengan sejuta cita rasa yang meresap di dalamnya. One of the best film of the year.



You Might Also Like

3 comments

  1. Few films feel truly alive,& Life of Pi is one of them..
    film yang bener2 bikin kita...merenung tntang iman & harapan ..
    ane pikir Suraj Sharma sbg aktor yg bner2 pendatang baru, aktingnya sangat kuat di ni film, terutama selama monolognya di akhir2 tuh..

    ReplyDelete
  2. Setuju! :)
    Dia punya bakat kyk si pemeran Hush Puppy di film Beasts of the Southern Wild

    ReplyDelete
  3. emang keren filmnya
    kalo menurut saya formulanya Cast Away + Big Fish (http://www.imdb.com/title/tt0319061/)

    ReplyDelete

Just do it.