HIGH-FRAME-RATE 3D : DOES IT WORK AT MIDDLE EARTH?

12/19/2012 06:17:00 PM



The Hobbit An Unexpected Journey
HFR 3D review by Elbert Reyner

Para pecinta film yang tinggal di Indonesia termasuk beruntung karena mendapat kesempatan untuk menyaksikan film The Hobbit : An Unexpected Journey dengan frame rate 48 fps di bioskop (bandingkan saja dengan Singapore yang hanya memiliki 1 studio yang sanggup memutar film HFR 3D). Tetapi, sebelum kegirangan untuk menyaksikan The Hobbit seperti yang direkomendasikan oleh Peter Jackson tanpa bekal pengetahuan apa-apa, mari kita telusuri apa sebenarnya perbedaan antara frame rate 48 fps dengan 24 fps yang biasanya dipakai oleh sineas di seluruh dunia terlebih dahulu.


Introduction

Fps (Frame Rate per Second) adalah jumlah bingkai gambar (frame) yang ditampilkan tiap detik untuk membuat gambar tersebut seolah-olah bergerak ketika ditangkap oleh mata manusia. Jadi, semakin tinggi fps yang digunakan, maka pergerakan gambar yang dihasilkan juga semakin halus. 

Pada era film bisu, fps yang digunakan adalah 14-24 fps. Akan tetapi, ketika teknologi suara mulai diimplementasikan dalam industri film pada tahun 1927,  24 fps ditetapkan sebagai standard frame rate / second untuk menyesuaikan dengan frekuensi suara yang dipakai dalam film sampai sekarang ini. 


What is 48 fps?

The Hobbit : An Unexpected Journey dapat dikatakan sebagai film panjang pertama di dunia yang keseluruhannya difilmkan dengan frame rate 48 fps. Jadi, apabila biasanya film-film menampilkan 24 gambar berbeda per detik (24 fps), film The Hobbit justru menampilkan 48 gambar berbeda per detiknya (48 fps) yang mana berdampak pada tingkat kehalusan gambar yang ditampilkan. 

Bagi kalian yang memiliki HDTV di rumah (atau TV display yang biasanya dipajang di toko elektronik), fitur “Motion Smoothing” dapat memperhalus gerakan film 24 fps yang sedang kalian putar. Cara kerjanya yaitu dengan memberi frame tambahan yang akan diletakkan di antara frame yang sudah ada di dalam film tersebut. Alhasil, gambar yang terlihat di TV akan terasa lebih halus dan sangat berbeda ketika kalian menyaksikannya di bioskop atau ketika fitur “motion smoothing” dipadamkan. 


48 fps in ‘The Hobbit’

Pengalaman menonton The Hobbit kurang lebih dapat dikatakan seperti ketika kita menyaksikan film dengan menggunakan teknologi “motion smoothing” tersebut, walau hasilnya jelas akan lebih baik apabila film tersebut difilmkan dengan frame-rate 48 fps. 

Dalam wawancaranya, Peter Jackson mengungkapkan bahwa menyaksikan The Hobbit dengan frame-rate 48 fps dapat memberi pengalaman menonton yang terasa lebih real dan dapat membuat para penonton seolah-olah berada di dalam set tempat tersebut. Frame rate 48 fps juga dianggap fps yang paling tepat untuk memutar film 3D karena tidak dapat menimbulkan sakit mata ataupun kepala pusing seperti yang dialami oleh beberapa penonton. 

Penggunaan HFR (high frame rate) ini pun disambut hangat oleh James Cameron, salah seorang sineas yang berperan sangat besar dalam perkembangan teknologi industri film. Beliau bahkan berencana untuk memfilmkan Avatar 2 dan 3 dengan frame-rate 60 fps, tentu setelah ia melakukan eksperimen dan melihat respon masyarakat terhadap The Hobbit ketika dirilis 14 Desember nanti. 

Untuk memutar film dengan frame rate 48 fps sendiri, pihak bioskop tidak perlu harus membeli projector baru lagi apabila mereka sudah menggunakan Digital Projector tertentu untuk studio-nya. Pihak Warner Bros. dan Peter Jackson mengungkapkan bahwa pihak bioskop hanya perlu meng-upgrade firmware projector tersebut agar dapat memutar film 48 fps. Bagi yang tidak compatible, film The Hobbit akan ditampilkan dengan frame rate normal, yakni 24 fps.


The Controversy

Warner Bros. memakai strategi marketing film Avatar dan Tron Legacy dengan menampilkan 10 menit adegan The Hobbit yang diputar dengan frame rate 48 fps di event CinemaCon bulan April lalu. Namun, hasilnya tidak terduga karena para saksi mata yang sangat beruntung tersebut justru cukup banyak yang tidak menyukai frame-rate 48 fps. Mereka mengatakan kalau HFR tersebut justru membuat The Hobbit kehilangan sisi artistiknya dan terlihat murahan karena efek make-up dan CGI-nya sangat kelihatan palsu (efek ini tidak tampak ketika film tersebut disaksikan dengan frame rate 24 fps). Gerakan para karakternya pun juga terasa tidak natural karena terlihat sangat halus di layar. Secara keseluruhan, mereka menyimpulkan kalau The Hobbit tampil terlalu “realistis” sampai kehilangan elemen fantasy-nya. Untuk sisi positifnya, HFR berhasil membuat kualitas gambar film The Hobbit sangat tajam, lebih detail dan menghasilkan efek 3D yang bagus dengan brightness yang luar biasa cerah apabila dibandingkan dengan film ber-frame rate 24 fps. 


So... does it work? : HFR 3D review

Yes and no. 

Sebelum menontonnya hari Minggu lalu,  saya sempat nonton marathon The Lord of the Rings Trilogy dengan menggunakan fitur motion smoothing. Hasilnya memang sangat aneh walau tidak sampai seburuk yang dikatakan kritikus (dan saya memang tidak pernah menggunakan motion-smoothing ini karena sudah 20 tahun terlanjur terbiasa nonton 24 fps).  Meski di bawah harapan, saya sempat berharap bahwa The Hobbit akan tampil lebih prima, secara film ini adalah yang pertama difilmkan dengan frame rate 48 fps. Anggapannya itu seperti film yang dishot dengan kamera 3D dan hasil konversi.

Dan ternyata pengalaman menyaksikan The Hobbit dengan 48 fps itu memang mirip seperti menyaksikannya di layar TV dengan motion smoothing, meski ada satu dua tiga perbedaan:


Bigger screen means BIG differences

“Nonton di bioskop itu beda sama nonton di rumah.  Secanggih apapun home theater-mu, ga akan bisa ngalahin bioskop.“

Yap. That’s it. Layar yang jauh lebih besar dan projector yang diprogram khusus untuk memutar film HFR, gerakan dalam film The Hobbit memang (jelas) terlihat lebih baik. Untuk menit-menit awal memang butuh adaptasi. Tetapi, ketika otak kita sudah mulai terbiasa, kita mulai merasakan bahwa kita seakan-akan memang berada di lokasi itu (terutama di adegan paruh akhir film), apalagi Peter Jackson memfilmkan The Hobbit dengan teknik pengambilan gambar yang memang benar-benar memaksimalkan penggunaan teknologi HFR ini. Jadi memang benar-benar lifelike dan terasa nyata seperti yang dikatakan Peter Jackson.

Selain itu, gambar yang dihasilkan memang (sangat) terlihat lebih tajam daripada film biasanya.

This guy looks bad in 48 fps

The 3D is really helpful 

Efek 3D depth-nya yang bagus juga sangat membantu performa HFR The Hobbit untuk membawa kita seakan-akan berada di tempat itu (seperti ketika para pahlawan kita berada di gua para Goblin). HFR ternyata juga membantu agar mata penonton tidak terasa “aneh” (bingung namanya apa) seperti yang biasanya saya rasakan di menit-menit awal waktu nonton film 3D. 

Feels like a PS4 game

Kekurangan HFR ini mulai terasa ketika adegan full / setengah CGI dimulai. Gerakannya yang sangat halus membuat adegan yang melibatkan para monster dan segala efek CGInya terasa seperti ketika menyaksikan cutscene video game berbudget besar (mungkin graphic PS4 yang akan datang seperti ini) daripada sebuah film yang sinematik. Trust me, saya sempat terkecoh beberapa kali karena visual effects-nya itu benar-benar terlihat fake dan unbelievable (apalagi ketika melibatkan para aktor); tidak terasa seperti menyaksikan sebuah film berbudget setengah milyar dollar.

Saya memang belum menyaksikan versi 24 fps-nya (tapi sudah ada rencana) tapi saya yakin kalau efek video game ini hanya ekskusif untuk versi 48 fps.


VERDICT

Demikian analisis sederhana saya mengenai HFR 3D The Hobbit. Mengenai bagus atau tidak, sebenarnya itu relatif di setiap penonton. Menurut saya pribadi, tidak ada yang salah dengan 48 fps ini selain pada segmen efek visualnya yang sangat perlu untuk dimatangkan lagi dan juga proses adaptasi otak kita yang sudah terbiasa menyaksikan film dengan 24 fps. Jadi ya, ibaratnya itu seperti kebiasaan makan nasi berpuluh-puluh tahun, lalu tiba-tiba diganti dengan kentang / roti. Hanya masalah kebiasaan saja. 




You can also read this article on Muvila.com 
My HFR-3D review was written exclusively for A Cinephile's Diary.




You Might Also Like

6 comments

  1. thx a lot bro for ur in depth review about this new technology call HFR 3D...really helpful...soalnya terus terang gw baru pertama kali liat di studio 21 di medan di iklan jadwal film di koran tertera The Hobbit (3D HFR)....ampe gw bingung makhluk apaan tuh HFR, never hear about it before...but after read this article, I'm start to know a little about this new thing, n i'm eager to feel the experience of HFR 3D in theatre....so definitely will go buy this HFR 3D ticket....wait for my review after seeing this...:shakehand

    ReplyDelete
  2. Artikel gw kurang berhasil nih karena bro kepui cuman "sedikit" tahu. wahahaha
    btw, senang bro bisa membantu. HFR teknologi baru dan memang layak untuk dicoba :)

    ReplyDelete
  3. lagi bingung, antara mau nonton 3d HFR atau imax, karena nih film 3jam, jadi mau pilih 3d yang ga bikin mata cepet cape liatnya, boleh dicoba dong review imaxnya :D

    ReplyDelete
  4. @anonymous : 3D HFR lebih tidak membuat mata capek. Untuk IMAX 3D kemungkinan bukan yang versi HFR, dan kebetulan saya tidak bisa mereview karena tidak tinggal di Jakarta.

    Untuk kualitas efek 3D, kurang lebih akan sama seperti yang saya tulis di sini : http://cinephilesdiary.blogspot.com/2012/12/the-hobbit-unexpected-journey-2012-3d.html

    ReplyDelete
  5. Keren nih bert artikelnya, jadi ngerti haha kalo IMO sih gw lumayan suka sama 48fps, emang bbrp jadi keliatan fake, tapi pas adegan actionnya jadi keren bgt :)

    ReplyDelete
  6. @F.Razi : Thanks bro!
    Gw juga suka waktu adegan aksi-nya jadi keliatan halus dan nyata. haha

    ReplyDelete

Just do it.